BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG.
Keberadaan konselor dalam SISDIKNAS
dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi
guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur
(UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 6). Standar kualifikasi akademik dan
kompetensi konselor dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang
menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor.
Konteks tugas
konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan mengembangkan potensi
dan memandirikan individu dalam pengambilan keputusan dan pilihan untuk
mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan umum.
Ekspektasi kinerja
konselor dalam menyelenggarakan layanan ahli bimbingan dan konseling senantiasa
digerakkan oleh motif altruistic, sikap empatik, menghormati keragaman, serta
mengutamakan kepentingan pengguna layanan dengan selalu mencermati dampak
jangka panjang dari layanan yang diberikan.[1]
B.
RUMUSAN MASALAH.
1.
Apa Pengertian konselor?
2.
Apa Tujuan konselor?
3.
Bagaimana Kepribadian konselor?
4.
Bagaimana Keterampilan konselor?
5.
Apa Keefektifan konselor?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KONSELOR.
Konselor adalah seseorang yang
karena kewenangan dan keahliannya memberi bantuan kepada konseli. Dalam konseling
individual, konselor menjadi aktor yang secara aktif mengembangkan proses
konseling untuk mencapai tujuan konseling sesuai dengan prinsip-prinsip dasar
konseling. Dalam proses konseling, selain menggunakan media verbal, konselor
juga dapat menggunakan media tulisan, gambar, media elektronik, dan media
pengembangan tingkah laku lainnya. Semua itu diupayakan konselor dengan
cara-cara yang cermat dan tepat, demi terentaskannya masalah yang dialami oleh
konseli.[2]
Beberapa karakteristik yang menandai kualitas
konselor adalah pemahaman diri, kompeten, memiliki kesehatan psikologis yang
baik, dapat dipercaya, jujur, kuat, hangat, responsif, sabar, sensitif, dan
memiliki kesadaran holistik.[3]
B. TUJUAN KONSELOR
S.
Narayana Rao menunjukkan bahwa konselor mempunyai tujuan memahami tingkah laku,
motivasi-motivasi, dan perasaan para konseli. Tujuan-tujuan konselor menurutnya
tidak hanya terbatas pada memahami klien.
Adapun tujuan sesaat adalah agar klien mendapatkan kelegaan sedangkan
tujuan panjang adalah agar klien menjadi pribadi yang bermakna penuh.[4] Tujuan akhirnya menurut Pietrofesa, Leonard, dan Hoose, seperti membuat
klien punya aktualisasi diri, penerimaan diri, dan pemahaman
diri. Pietrofesa dkk mempunyai
pendapat sendiri tentang tujuan khusus konselor dalam konseling adalah unik
bagi tiap klien dan bersangkutan dengan berbagai faktor. Sedangkan tujuan jangka panjang dan tujuan proses adalah sama bagi
semua konseli.[5]
Mengingat pentingnya peran yang diemban konselor, maka
untuk menopang tugasnya konselor harus memiliki kualifikasi kepribadian yang
memadai, yaitu pribadi yang penuh pengertian dan selalu mendorong orang lain
untuk bertumbuh. Kepribadian konselor merupakan titik tumpu yang berfungsi
sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai dinamika perilaku dan
ketrampilan terapetik. Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan dan ketrampilan
bekerja secara seimbang dengan kepribadian akan berpengaruh pada
perubahan perilaku positif dalam konseling. Keberhasilan konseling lebih
bergantung pada kualitas pribadi konselor dibanding kecermatan teknik[6].
B. KEPRIBADIAN KONSELOR.
Keberhasilan dalam
konseling lebih bergantung pada kualitas pribadi konselor ketimbang kecermatan
teknik. Pribadi konselor yang amat penting adalah pribadi yang altruistis,
yaitu pribadi yang rela berkorban untuk kepentingan orang lain (konseli).[7]
Konselor harus memiliki pribadi yang
berbeda dengan pribadi-pribadi petugas helper lain. Konselor adalah pribadi yang penuh
pengertian dan mampu mendorong orang lain tumbuh. Carlekhuff menyebutkan 9 ciri
kepribadian yang harus ada pada konselor, yang dapat menumbuhkan orang lain:
Ø Empati (Empaty)
Empati adalah kemampuan seseorang
untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami orang lain. Konselor
yang empatinya tinggi akan menampakkan sifat bantuan yang nyata dan berarti
dengan konseli.
Ø Rasa Hormat (Respect).
Respect
secara langsung menunjukkan bahwa konselor menghargai martabat dan nilai
konseli sebagai manusia. Konselor menerima kenyataan bahwa setiap konseli
mempunyai hak untuk memilih sendiri, memiliki kebebasan, kemauan dan mampu
membuat keputusan sendiri.
Ø
Keaslian
(genuiness).
Genuiness merupakan kemampuan konselor menyatakan dirinya
secara bebas dan mendalam nyata Konselor yang genuine selalu
tampak keaslian pribadinya, sehingga tidak ada pertentangan antara apa yang ia
katakan dengan apa yang ia lakukan. Tingkah lakunya sederhana, lugu dan wajar.
Keaslian merupakan salah satu dasar relasi antara konseli dan konselor, dan
merupakan sarana yang membantu konseli mengembangkan dirinya secara konstruktif
menjadi diri sendiri yang lebih dewasa[8].
Ø Konkret (Concreteness).
Kemampuan konselor untuk menkonkritkan hal-hal yang
samar-samar dan tak jelas mengenai pengalaman dan peristiwa yang diceritakan
konseli termasuk ekspresi-ekspresi perasaan yang spesifik yang muncul dalam
komunikasi mereka. Seorang konselor yang memiliki concreteness tinggi
selalu mencari jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana
dari sesuatu yang ia hadapi dan selalu berusaha mencegah konseli lari dari
kenyataan yang sedang dihadapi.
Ø Konfrontasi (Confrontation)
Dalam konseling konfrontasi mengandung pengertian yang
sangat berbeda dan tidak ada kaitannya dengan tindakan menghukum. Konfrontasi
terjadi jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan konseli dengan apa
yang ia alami, atau antara apa yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang
telah ia katakan sebelumnya.
Ø Membuka Diri (Self Disclosure).
Self Disclosure
adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan pengalaman-pengalaman pribadi
konselor untuk kebaikan konseli. Konselor mengungkapkan diri sendiri dengan
mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti , sesuai dengan permasalahan
konseli. Makna dibalik sikap terbuka mengungkapkan pengalaman pribadi
ialah bahwa konselor ingin menunjukkan kepada konseli bahwa konselor bukanlah
seorang pribadi yang berbeda dengan konseli, melainkan manusia biasa yang juga
mempunyai pengalaman jatuh bangun dalam hidup.
Ø Kesanggupan (Potency).
Potency
dinyatakan sebagai kharisma, sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis
dari kualitas pribadi konselor. Konselor yang memiliki sifat potency ini
selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadinya. Ia mampu menguasai
dirinya dan mampu menyalurkan kompetensinya dan rasa aman kepada
konseli.Konselor yang rendah potency nya, tidak mampu membangkitkan rasa
aman pada konseli dan konseli enggan mempercayainya.
Ø Kesiapan (Immediacy).
Immediacy adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan diantara konseli dengan
konselor pada waktu kini dan di sini. Tingkat immediacy
yang tinggi terdapat pada diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hubungan
antar pribadi yang terjadi antara konselor dan konseli dalam situasi konseling.Immediacy
merupakan variabel yang sangat penting karena menyediakan kesempatan untuk
menggarap berbagai masalah konseli, sehingga konseli dapat mengambil manfaat
melalui pengalaman ini.
Ø Aktualisasi Diri (Self Actualization).
Penelitian membuktikan bahwa Self Actualization mempunyai
korelasi tinggi dengan keberhasilan konseling. Self Actualization dapat
dipergunakan konseli sebagai model . Secara tidak langsung Self
Actualization menunjukkan bahwa orang dapat hidup dan memenuhi
kebutuhannya, karena ia memiliki kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan
hidupnya. Konselor yang dapat Self Actualization memiliki kemampuan
mengadakan hubungan sosial yang hangat (warmth), intim, dan secara umum
mereka sangat efektif dalam hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kualitas kepribadian konselor sangat menentukan keberhasilan konseling.
Oleh karena itu untuk menjadi konselor harus dipilih individu-individu yang
memang memiliki kualifikasi kepribadian yang memadai seperti yang dianjurkan
para ahli di bidang konseling. Bila memungkinkan para calon konselor itu harus
diseleksi tidak hanya kemampuan akademisnya tetapi juga kualifikasi
kepribadiannya dengan melaksanakan tes kepribadian bagi mereka.
C. KETERAMPILAN KONSELOR
Keterampilan
lebih mudah tampak dan sangat menentukan kelancaran proses serta keberhasilan
hubungan konseling.
a)
Kompetensi intelektual. Konselor hendaknya memiliki
keterampilan-keterampilan yang dilandasi oleh pengetahuan siap pakai mengenai
tingkah laku manusia, pemikiran yang cerdas, dan kemampuan mengintegrasikan
peristiwa yang dihadapi dengan pendidikan dan pengalamannya. Konselor juga harus memiliki kompetensi komunikasi yang kongkrit dan
khusus-maksud, seperti fokus masalah, mengidentifikasi tema penting,
memfokuskan pada satu tema , dan mengarahkan tema ke satu tujuan.
b)
Kelincahan
karsa-cipta. Konselor bukanlah seorang yang kaku, tanggap terhadap
perubahan-perubahan sikap, persepsi, dan ekspektasi klien terhadapnya. Konselor
juga harus memainkan peran ganda sebagai teman dan figur yang berwibawa. Oleh
karenanya perlu sekali kelincahan karsa-cipta konselor dalam memilih dengan
cepat dan tepat respon yang bijak, terutama saat interviu konseling dimana
klien mengemukakan pernyataan-pernyataan verbal atau nonverbal. Mulai dari
penerimaan klien sampai pada evaluasi unjuk kerja konselor dan klien, penuh
dengan proses pengambilan keputusan dan penetapan tindakan.
c)
Pengembangan
keakraban. Keakraban mengacu pada suasana hubungan konseling yang bercirikan
suasana santai, keselarasan, kehangatan, kewajaran, saling memudahkan dalam
percakapan, dan saling menerima antara klien dengan konselor. Dari segi ini,
konselor memiliki tanggung jawab dan tugas yang sangat pokok, kompleks, dan
kadang-kadang sukar untuk menciptakan, memantapkan, dan melanggengkan suasana
keakraban yang baik dengan klien. Kata-kata, gerak tubuh, kontak pandang yang memancarkan
penerimaan penuh tulus dan bukan palsu dari konselor pada klien akan dapat
menimbulkan rasa aman dan nyaman sebagai prakondisi keakraban.[9]
D. KEEFEKTIFAN KONSELOR.
Terdapat beberapa faktor yang dapat digunakan untuk
melihat keefektifan konselor, yaitu pengalaman, tipe hubungan konseling, dan
faktor-faktor nonintelektif. Adapula ciri-ciri khusus kemampuan konselor
efektif, diantaranya terampil mendapatkan keterbukaan, dapat membangkitkan rasa
percaya, kredibilitas, dan keyakinan dari klien, memiliki wawasan luas,
berkomunikasi dengan hati-hati dan menghargai klien, mengakui dan menghargai
dirinya sendiri, mempunyai pengetahuan khusu dalam beberapa bidang keahlian
yang mempunyai nilai bagi orang-orang tertentu yang akan dibantu, berusaha
memahami bukan menghakimi tingkah laku klien, mampu bernalar secara sistematis
dan berfikir dengan pola sistem, berpandangan mutakhir dan memiliki wawasan
luas terhadap peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan manusia, mampu
mengidentifikasi dan memperbaiki pola tingkah laku yang merusak diri, serta
terampil membantu klien melihat dirinya sendiri.[10]
BAB III
KESIMPULAN
A. PENGERTIAN KONSELOR.
Konselor adalah seseorang yang karena kewenangan dan
keahliannya memberi bantuan kepada konseli.
B. TUJUAN KONSELOR
S.
Narayana Rao menunjukkan bahwa konselor mempunyai tujuan memahami tingkah laku,
motivasi-motivasi, dan perasaan para konseli. Tujuan-tujuan konselor menurutnya
tidak hanya terbatas pada memahami klien.
C. KEPRIBADIAN KONSELOR.
Konselor adalah pribadi yang penuh
pengertian dan mampu mendorong orang lain tumbuh. Carlekhuff menyebutkan 9 ciri
kepribadian yang harus ada pada konselor, yang dapat menumbuhkan orang lain:
Ø Empati (Empaty)
Ø Rasa Hormat (Respect).
Ø Keaslian (genuiness).
Ø Konkret (Concreteness).
Ø Konfrontasi (Confrontation)
Ø Membuka Diri (Self Disclosure).
Ø Kesanggupan (Potency).
Ø Kesiapan (Immediacy).
Ø Aktualisasi Diri (Self Actualization).
D. KETERAMPILAN KONSELOR
Ø Kompetensi intelektual
Ø Kelincahan karsa-cipta.
Ø Pengembangan keakraban.
E.
KEEFEKTIFAN
KONSELOR.
Terdapat
beberapa faktor yang dapat digunakan untuk melihat keefektifan konselor, yaitu
pengalaman, tipe hubungan konseling, dan faktor-faktor nonintelektif. Adapula
ciri-ciri khusus kemampuan konselor efektif, diantaranya terampil mendapatkan
keterbukaan, dapat membangkitkan rasa percaya, kredibilitas, dan keyakinan dari
klien.
DAFTAR PUSTAKA
http://fkip.widyamandala.ac.id/artikel/opini/pentingnya-kepribadian-konselor-dalam-konseling.html
http://sondyi.blogspot.com/2013/05/pengertian-konselor.html
Mappiare, Andi, Pengantar Konseling
dan Psikoterapi, Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2006.
Rohmah, Umi, Pengantar Bimbingan
dan Konseling, Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011.
[1] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling (Ponorogo:
STAIN Po PRESS, 2011), 57-58.
[3] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling (Ponorogo:
STAIN Po PRESS, 2011), 59.
[7] Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi (Jakarta:
PT. RajaGrafindo, 2006), 92.
[8] http://fkip.widyamandala.ac.id/artikel/opini/pentingnya-kepribadian-konselor-dalam-konseling.html
[9] Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi (Jakarta:
PT. RajaGrafindo, 2006), 114-116.
Semoga bermanfaat..........
BalasHapus