Kamis, 05 Desember 2013

KONSELOR



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG.
Keberadaan konselor dalam SISDIKNAS dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 6). Standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor.
Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan mengembangkan potensi dan memandirikan individu dalam pengambilan keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan umum.
Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan layanan ahli bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistic, sikap empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan pengguna layanan dengan selalu mencermati dampak jangka panjang dari layanan yang diberikan.[1]


B.     RUMUSAN MASALAH.
1.      Apa Pengertian konselor?
2.      Apa Tujuan konselor?
3.      Bagaimana Kepribadian konselor?
4.      Bagaimana Keterampilan konselor?
5.      Apa Keefektifan konselor?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  PENGERTIAN KONSELOR.
Konselor adalah seseorang yang karena kewenangan dan keahliannya memberi bantuan kepada konseli. Dalam konseling individual, konselor menjadi aktor yang secara aktif mengembangkan proses konseling untuk mencapai tujuan konseling sesuai dengan prinsip-prinsip dasar konseling. Dalam proses konseling, selain menggunakan media verbal, konselor juga dapat menggunakan media tulisan, gambar, media elektronik, dan media pengembangan tingkah laku lainnya. Semua itu diupayakan konselor dengan cara-cara yang cermat dan tepat, demi terentaskannya masalah yang dialami oleh konseli.[2]
Beberapa karakteristik yang menandai kualitas konselor adalah pemahaman diri, kompeten, memiliki kesehatan psikologis yang baik, dapat dipercaya, jujur, kuat, hangat, responsif, sabar, sensitif, dan memiliki kesadaran holistik.[3]

B. TUJUAN KONSELOR
S. Narayana Rao menunjukkan bahwa konselor mempunyai tujuan memahami tingkah laku, motivasi-motivasi, dan perasaan para konseli. Tujuan-tujuan konselor menurutnya tidak hanya terbatas pada memahami klien.
Adapun tujuan sesaat adalah agar klien mendapatkan kelegaan sedangkan tujuan panjang adalah agar klien menjadi pribadi yang bermakna penuh.[4] Tujuan akhirnya menurut Pietrofesa, Leonard, dan Hoose, seperti membuat klien punya aktualisasi diri, penerimaan diri, dan pemahaman diri. Pietrofesa dkk mempunyai pendapat sendiri tentang tujuan khusus konselor dalam konseling adalah unik bagi tiap klien dan bersangkutan dengan berbagai faktor. Sedangkan tujuan jangka panjang dan tujuan proses adalah sama bagi semua konseli.[5]
Mengingat pentingnya peran yang diemban konselor, maka untuk menopang tugasnya konselor harus memiliki kualifikasi kepribadian yang memadai, yaitu pribadi yang penuh pengertian dan selalu mendorong orang lain untuk bertumbuh. Kepribadian konselor merupakan titik tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai dinamika perilaku dan ketrampilan terapetik. Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan dan ketrampilan bekerja secara seimbang  dengan kepribadian akan berpengaruh pada perubahan perilaku positif dalam konseling. Keberhasilan konseling lebih bergantung pada kualitas pribadi konselor dibanding kecermatan teknik[6].

B.  KEPRIBADIAN KONSELOR.
Keberhasilan dalam konseling lebih bergantung pada kualitas pribadi konselor ketimbang kecermatan teknik. Pribadi konselor yang amat penting adalah pribadi yang altruistis, yaitu pribadi yang rela berkorban untuk kepentingan orang lain (konseli).[7]
Konselor harus memiliki pribadi yang berbeda dengan pribadi-pribadi petugas helper lain. Konselor adalah pribadi yang penuh pengertian dan mampu mendorong orang lain tumbuh. Carlekhuff menyebutkan 9 ciri kepribadian yang harus ada pada konselor, yang dapat menumbuhkan orang lain:
Ø Empati (Empaty)
Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami orang lain. Konselor yang empatinya tinggi akan menampakkan sifat bantuan yang nyata dan berarti dengan konseli.
Ø Rasa Hormat (Respect).
Respect secara langsung menunjukkan bahwa konselor menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Konselor menerima kenyataan bahwa setiap konseli mempunyai hak untuk memilih sendiri, memiliki kebebasan, kemauan dan mampu membuat keputusan sendiri.
Ø Keaslian (genuiness).
Genuiness merupakan kemampuan konselor menyatakan dirinya secara bebas dan mendalam  nyata Konselor yang genuine selalu tampak keaslian pribadinya, sehingga tidak ada pertentangan antara apa yang ia katakan dengan apa yang ia lakukan. Tingkah lakunya sederhana, lugu dan wajar. Keaslian merupakan salah satu dasar relasi antara konseli dan konselor, dan merupakan sarana yang membantu konseli mengembangkan dirinya secara konstruktif menjadi diri sendiri yang lebih dewasa[8].
Ø Konkret (Concreteness).
Kemampuan konselor untuk menkonkritkan hal-hal yang samar-samar dan tak jelas mengenai pengalaman dan peristiwa yang diceritakan konseli termasuk ekspresi-ekspresi perasaan yang spesifik yang muncul dalam komunikasi mereka. Seorang konselor yang memiliki concreteness tinggi selalu mencari jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana dari sesuatu yang ia hadapi dan selalu berusaha mencegah konseli lari dari kenyataan yang sedang dihadapi.
Ø Konfrontasi (Confrontation)
Dalam konseling konfrontasi mengandung pengertian yang sangat berbeda dan tidak ada kaitannya dengan tindakan menghukum. Konfrontasi terjadi jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan konseli dengan apa yang ia alami, atau antara apa yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang telah ia katakan sebelumnya.
Ø Membuka Diri (Self Disclosure).
Self Disclosure adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan pengalaman-pengalaman pribadi konselor untuk kebaikan konseli. Konselor mengungkapkan diri sendiri dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti , sesuai dengan permasalahan konseli.  Makna dibalik sikap terbuka mengungkapkan pengalaman pribadi ialah bahwa konselor ingin menunjukkan kepada konseli bahwa konselor bukanlah seorang pribadi yang berbeda dengan konseli, melainkan manusia biasa yang juga mempunyai pengalaman jatuh bangun dalam hidup.
Ø Kesanggupan (Potency).
Potency dinyatakan sebagai kharisma, sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kualitas pribadi konselor. Konselor yang memiliki sifat potency ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadinya. Ia mampu menguasai dirinya dan mampu menyalurkan kompetensinya dan rasa aman kepada konseli.Konselor yang rendah potency nya, tidak mampu membangkitkan rasa aman pada konseli dan konseli enggan mempercayainya.
Ø Kesiapan (Immediacy).
Immediacy adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan diantara konseli dengan konselor pada waktu kini dan di sini. Tingkat immediacy yang tinggi terdapat pada diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hubungan antar pribadi yang terjadi antara konselor dan konseli dalam situasi konseling.Immediacy merupakan variabel yang sangat penting karena menyediakan kesempatan untuk menggarap berbagai masalah konseli, sehingga konseli dapat mengambil manfaat melalui pengalaman ini.
Ø Aktualisasi Diri (Self Actualization).
Penelitian membuktikan bahwa Self Actualization mempunyai korelasi tinggi dengan keberhasilan konseling. Self Actualization dapat dipergunakan konseli sebagai model . Secara tidak langsung Self Actualization menunjukkan bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhannya, karena ia memiliki kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan hidupnya. Konselor yang dapat Self Actualization memiliki kemampuan mengadakan hubungan sosial yang hangat (warmth), intim, dan secara umum mereka sangat efektif dalam hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas kepribadian konselor sangat menentukan keberhasilan konseling.  Oleh karena itu untuk menjadi konselor harus dipilih individu-individu yang memang memiliki kualifikasi kepribadian yang memadai seperti yang dianjurkan para ahli di bidang konseling. Bila memungkinkan para calon konselor itu harus diseleksi tidak hanya kemampuan akademisnya tetapi juga kualifikasi kepribadiannya dengan melaksanakan  tes kepribadian bagi mereka.

C.  KETERAMPILAN KONSELOR
Keterampilan lebih mudah tampak dan sangat menentukan kelancaran proses serta keberhasilan hubungan konseling.
a)    Kompetensi intelektual. Konselor hendaknya memiliki keterampilan-keterampilan yang dilandasi oleh pengetahuan siap pakai mengenai tingkah laku manusia, pemikiran yang cerdas, dan kemampuan mengintegrasikan peristiwa yang dihadapi dengan pendidikan dan pengalamannya. Konselor juga harus memiliki kompetensi komunikasi yang kongkrit dan khusus-maksud, seperti fokus masalah, mengidentifikasi tema penting, memfokuskan pada satu tema , dan mengarahkan tema ke satu tujuan.
b)   Kelincahan karsa-cipta. Konselor bukanlah seorang yang kaku, tanggap terhadap perubahan-perubahan sikap, persepsi, dan ekspektasi klien terhadapnya. Konselor juga harus memainkan peran ganda sebagai teman dan figur yang berwibawa. Oleh karenanya perlu sekali kelincahan karsa-cipta konselor dalam memilih dengan cepat dan tepat respon yang bijak, terutama saat interviu konseling dimana klien mengemukakan pernyataan-pernyataan verbal atau nonverbal. Mulai dari penerimaan klien sampai pada evaluasi unjuk kerja konselor dan klien, penuh dengan proses pengambilan keputusan dan penetapan tindakan.
c)    Pengembangan keakraban. Keakraban mengacu pada suasana hubungan konseling yang bercirikan suasana santai, keselarasan, kehangatan, kewajaran, saling memudahkan dalam percakapan, dan saling menerima antara klien dengan konselor. Dari segi ini, konselor memiliki tanggung jawab dan tugas yang sangat pokok, kompleks, dan kadang-kadang sukar untuk menciptakan, memantapkan, dan melanggengkan suasana keakraban yang baik dengan klien. Kata-kata, gerak tubuh, kontak pandang yang memancarkan penerimaan penuh tulus dan bukan palsu dari konselor pada klien akan dapat menimbulkan rasa aman dan nyaman sebagai prakondisi keakraban.[9]

D.  KEEFEKTIFAN KONSELOR.
Terdapat beberapa faktor yang dapat digunakan untuk melihat keefektifan konselor, yaitu pengalaman, tipe hubungan konseling, dan faktor-faktor nonintelektif. Adapula ciri-ciri khusus kemampuan konselor efektif, diantaranya terampil mendapatkan keterbukaan, dapat membangkitkan rasa percaya, kredibilitas, dan keyakinan dari klien, memiliki wawasan luas, berkomunikasi dengan hati-hati dan menghargai klien, mengakui dan menghargai dirinya sendiri, mempunyai pengetahuan khusu dalam beberapa bidang keahlian yang mempunyai nilai bagi orang-orang tertentu yang akan dibantu, berusaha memahami bukan menghakimi tingkah laku klien, mampu bernalar secara sistematis dan berfikir dengan pola sistem, berpandangan mutakhir dan memiliki wawasan luas terhadap peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan manusia, mampu mengidentifikasi dan memperbaiki pola tingkah laku yang merusak diri, serta terampil membantu klien melihat dirinya sendiri.[10]





















BAB III
KESIMPULAN

A.  PENGERTIAN KONSELOR.
Konselor adalah seseorang yang karena kewenangan dan keahliannya memberi bantuan kepada konseli.
B.  TUJUAN KONSELOR
S. Narayana Rao menunjukkan bahwa konselor mempunyai tujuan memahami tingkah laku, motivasi-motivasi, dan perasaan para konseli. Tujuan-tujuan konselor menurutnya tidak hanya terbatas pada memahami klien.
C.  KEPRIBADIAN KONSELOR.
Konselor adalah pribadi yang penuh pengertian dan mampu mendorong orang lain tumbuh. Carlekhuff menyebutkan 9 ciri kepribadian yang harus ada pada konselor, yang dapat menumbuhkan orang lain:
Ø  Empati (Empaty)
Ø  Rasa Hormat (Respect).
Ø  Keaslian (genuiness).
Ø  Konkret (Concreteness).
Ø  Konfrontasi (Confrontation)
Ø  Membuka Diri (Self Disclosure).
Ø  Kesanggupan (Potency).
Ø  Kesiapan (Immediacy).
Ø  Aktualisasi Diri (Self Actualization).
D.  KETERAMPILAN KONSELOR
Ø  Kompetensi intelektual
Ø  Kelincahan karsa-cipta.
Ø  Pengembangan keakraban.

E.   KEEFEKTIFAN KONSELOR.
Terdapat beberapa faktor yang dapat digunakan untuk melihat keefektifan konselor, yaitu pengalaman, tipe hubungan konseling, dan faktor-faktor nonintelektif. Adapula ciri-ciri khusus kemampuan konselor efektif, diantaranya terampil mendapatkan keterbukaan, dapat membangkitkan rasa percaya, kredibilitas, dan keyakinan dari klien.





DAFTAR PUSTAKA


http://fkip.widyamandala.ac.id/artikel/opini/pentingnya-kepribadian-konselor-dalam-konseling.html
http://sondyi.blogspot.com/2013/05/pengertian-konselor.html
Mappiare, Andi, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2006.
Rohmah, Umi, Pengantar Bimbingan dan Konseling, Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011.



[1] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011), 57-58.
[2] http://sondyi.blogspot.com/2013/05/pengertian-konselor.html         
[3] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011), 59.
[4]Ibid, 44.
[5]Ibid, 45.
[6] Ibid.                                                                           
[7] Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2006), 92.
[8] http://fkip.widyamandala.ac.id/artikel/opini/pentingnya-kepribadian-konselor-dalam-konseling.html
[9] Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2006), 114-116.
[10] Ibid, 117-122.

1 komentar: