Sabtu, 26 Oktober 2013

KONSEP ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah.
Sebagai hasil dari pemikiran para filosuf, filsafat telah melahirkan berbagai macam pandangan dan aliran yang berbeda-beda. Pandangan-pandangan filosuf itu ada kalanya saling menguatkan dan ada juga yang saling berlawanan. Hal ini antara lain disebabkan oleh pendekatan yang mereka pakai juga berbeda-beda walaupun untuk objek dan masalah yang sama. Karena perbedaan dalam pendekatan itu, maka kesimpulan yang didapat juga akan berbeda. Perbedaan pandangan filsafat tersebut juga terjadi dalam pemikiran filsafat pendidikan, sehingga muncul aliran-aliran filsafat pendidikan.
           Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Ada beberapa aliran filsafat pendidikan, dan yang akan Penulis uraikan di sini adalah filsafat pendidikan progresivisme. Dalam pandangannya progresivisme berpendapat tidak ada teorirealita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal, menyela. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.


B.  Rumusan Masalah.
1.    Bagaimanakah konsep aliran filsafat pendidikan progesivisme?
2.    Siapa sajakah Tokoh-tokoh aliran filsafat pendidikan progesivisme?
3.    Apa Implikasi aliran filsafat progesivisme terhadap pendidik dalam pendidikan?






BAB II
PEMBAHASAN

A.  KONSEP ALIRAN FILSAFAT PROGRESIVISME.
Ø SEJARAH  DAN LATAR BELAKANG MUNCULNYA    .
Progesifisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Selama 20 tahunnan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat. Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerkan ini, karena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadap filsafat lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey. Perubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progesif mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan[1]. Aliran progesivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan berpusat pada anak (chil centered) bukan hanya fokus pada guru atau kurikulum[2].
Gerakan progesif terkenal luas karena karena reaksinya terhadap formaline dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Lebih jauh gerakan ini dikenal karena dengan imbauannya kepada guru-guru. “kami mengharapkan perubahan, serta kemajuan yang lebih cepat setelah perang dunia pertama”. Banyak guru yang mendukungnya, sebab gerakan pendidikan progesifisme merupakan semacam kendaraan mutahhir, untuk digelarkan[3].
Biasanya aliran progesifisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal “The liberal road to culture”. yang dimaksudkan dengan ini ialah pandangan hidup yang mempunyi sifat-sifat berikut: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu), corious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded (mempunyai hati terbuka)[4].
Ø Pendidikan Menurut Aliran Progesivisme.
Aliran progesifisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesifisme dalam semua realita kehidupan, dengan tujuan agar manusia dapat bertahan menghadapi semua tantangan hidup. Aliran ini dinamai pula sebagai aliran intrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelgensi manusia sebaga alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Selain itu, aliran ini juga dinamai ekprementalisme, karena aliran ini menyadari dan memraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Selanjutnya aliran ini juga dinamai environmentalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Menurut aliran progesivisme, suatu keterangan itu baru dapat dikatakan benar jika sesuai dengan realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan benar kalau sesuai dengan kenyataan. Dengan pandangan yang demikian itu, aliran progesifisme tercatat sebagai pelopor yang membawa kemajuan, dalam bidang kehidupan maupun dalam bidang ilmu pengetahuan, karena setiap ilmu yang dikembangkan oleh aliran ini selalu dikaitkan manfaatnya untuk kemajuan manusia. Aliran ini mencoba mengembangkan ilmu biologi (ilmu hayat), dan ilmu ini manusia diharapkan dapat mengetahui semua masalah kehidupan. Mereka juga mengembangkan antropologi sebagai alat untuk mendapatkan pengalaman hidup, penciptaan budaya dan mencapai hal-hal baru. Selanjutnya, mereka mengembangkan psikologi, dan dengan ilmu inilah manusia akan berfikir tentang dirinya sendiri, lingkungan, pengalaman, sifat-sifat alam, serta dapat menguasai, dan mengatur alam. Dengan berbagai kemampuan yang dicapai tersebut maka manusia akan mencapai kemajuan[5].
Ø Strategi Pogesif.
Filsafat progesif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar dimasa mendatang. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan para siswa untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini. Melalui analisis diri dan refleksi yang berkelanjutan, individu dapat mengientifikasi nilai-nilai yang tepat dalam waktu yang dekat.[6]
Orang-orang progesif merasa bahwa kehidupan itu berkembang dalam suatu arah positif dan bahwa umat manusia, muda maupu tua, baik dan dapat dipercaya untuk bertindak dalam minat-minat terbaik mereka sendiri. Berkenaan dengan ini, para pendidik (ahli pendidikan) yang memiliki suatu orientasi progesif memberi kepada siswa sejumlah kebebasan dalam menentukan pengalaman-pengalaman sekolah mereka. Sekalipun demikian, pendidikan progesif tidak berarti bahwa para guru tidak memberi struktur atau para siswa bebas melaksanakan apapun yang mereka inginkan. Guru-guru progesif menilai dengan posisi dimana keberadaaan seorang siswa dan, melalui interaksi keseharian di kelas, mengarahkan siswa untuk melihat bahwa mata pelajaran yang akan dipelajari dapat meningkatkan kehidupan mereka[7].
Ø Ciri- ciri.
Aliran ini mempunyai konsep yang mempercayai manusia sebagai subyek yang memiliki kemampuan dalam menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya, mempunyai kemampuan untuk mengatasi dan memecahkan masalah yang akan mengancam manusia itu sendiri. Pendidikan dianggap mampu mengubah dan menyelamatkan manusia demi masa depan. Tujuan pendidikan selalu diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus dan bersifat progresif. Sedangkan sifat negatifnya adalah aliran ini kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoritas dan absolute dalam segala bentuk seperti terdapat dalam agama, moral, politik, dan ilmu pengetahuan[8].

B.  TOKOH-TOKOH FILSAFAT PROGESIVISME.
·      William James (11 Januari 1842 - 26 Agustus. 1910).
Ia lahir di New York pada tanggal 11 januari 1842 dan meninggal pada tanggal 26 Agustus 1910 di Choruroa, New Hemshire. Selain sebagai seorang psikolog, ia juga sebagai filosof Amerika yang sangat terkenal. Paham, ajaran, dan kepribadiannya sangat berpengaruh di  berbagai negara Eropa dan Amerika, selain sebagai penulis yang sangat brilian, dosen, dan penceramah dibidang filsafat, ia juga dikenal sebagai pendiri aliran pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksitensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam[9].
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, barns mempunyai fungsi biologic dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku[10].

·      John Dewey (1859 - 1952).
Ia lahir pada tanggal 20 Oktober 1859 di Burlington, Vermon, dan meninggal pada tanggal 1 Januari 1952 di New York. Ia juga tercatat sebagai salah seorang pendiri filsafat pragmatisme. Ide filsafatnya yang utama berkisar pada problema pendidikan yang konkret, baik teorinmaupun praktik. Reputasi internasionalnya terletak pada sumbangan pemikirannya dalam bidang filsafatpendidikan progesifisme di Amerika. Dewey juga tidak hanya berpengrauh di kalangan ahli filsafat profesional, tetapi juga karena perkembangan idenya yang fundamental dalam bidang ekonomi, hukum, antropologi, teori politik, dan ilmu jiwa. selain itu, ia juga tercatat sebagai juru bicara tentang cara-cara kehidupan demokratis yang sangat terkenal di Amerika Serikat[11].
Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekakan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas[12].
·      Hans Vaihinger (1852-1933).
Hans Vaihinger berpendapat bahwa tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
C.  IMPLIKASI ALIRAN PROGESIVISME TERHADAP PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN.
Menurut progesivisme proses pendidikan mempunyai dua segi, yaitu psikologis dan sosiologis. Dari segi psikologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau daya-daya yang ada pada anak didik yang akan dikembangkan. Dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui ke mana tenaga-tenaga itu harus dibimbingnya[13].
Guru dalam melakukan tugasnya dalam praktek pendidikan berpusat pada anak, mempunyai peranan-peranan sebagai berikut:
·      Fasilitator, atau orang yang menyediakan dirinya untuk memberikan jalan bagi kelancaran proses belajar sendiri siswa.
·      Motifator, atau orang yang mampu membangkitkan minat siswa untuk terus giat belajar sendiri menggunakan semua alat dirinya.
·      Konselor, atau orang yang dapat membantu siswa menemukan dan mengatasi sendiri masalah-masalah yang telah dihadapi setiap siswa dalam kegiatan belajar sendiri.
Guru perlu mempunyai pemahaman yang baik tentang katakteristik siswa, dan teknik-teknik memimpin perkembangan siswa, serta kecintaan kepada anak, agar dapat melaksanakan peranan-peranan yang baik.[14]
Peranan guru adalah membimbing siswa-siswa dalam dalam kegiatan pemecahan masalah dan kegiatan proyek. Mungkin akan banyak guru yang kurang senang terhadap peran ini, karena didasarkan atas suatu anggapan bahwa siswa mampu berpikir dan mengadakan penjelajahan teradap kebutuhan dan minat sendiri.
Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah-masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan, menafsirkan dan menilai akurasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru harus mampu mengenali siswa, terutama pada saat apakah dia memerlukan bantuan khusus dalam suatu kegiatan, sehingga ia dapat meneruskan penelitiannya. Guru dituntun untuk sabar, fleksibel, berfikir interdisipliner, kreatif dan cerdas.[15]
Dalam prinsip-prinsip pendidikan peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada siswa. Kebutuhan dan minat siswa akan menentukan apa yang mereka pelajari. Anak harus diizinkan untuk merencanakan perkembangan diri sendiri, dan guru harus membimbing kegiatan belajar[16].



BAB III
KESIMPULAN
Ø KONSEP ALIRAN FILSAFAT PROGESIVISME.
Aliran progesivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan berpusat pada anak (chil centered) bukan hanya fokus pada guru atau kurikulum.
Aliran ini mempunyai konsep yang mempercayai manusia sebagai subyek yang memiliki kemampuan dalam menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya, mempunyai kemampuan untuk mengatasi dan memecahkan masalah yang akan mengancam manusia itu sendiri.
Ø TOKOH-TOKOH FILSAFAT PROGESIVISME.
·         William James (11 Januari 1842 - 26 Agustus. 1910).
·         John Dewey (1859 - 1952).
·         Hans Vaihinger (1852-1933).
Ø IMPLIKASI ALIRAN PROGESIVISME TERHADAP PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN.
Guru dalam melakukan tugasnya dalam praktek pendidikan berpusat pada anak, mempunyai peranan-peranan sebagai berikut:
·      Fasilitator, atau orang yang menyediakan dirinya untuk memberikan jalan bagi kelancaran proses belajar sendiri siswa.
·      Motifator, atau orang yang mampu membangkitkan minat siswa untuk terus giat belajar sendiri menggunakan semua alat dirinya.
·      Konselor, atau orang yang dapat membantu siswa menemukan dan mengatasi sendiri masalah-masalah yang telah dihadapi setiap siswa dalam kegiatan belajar sendiri.
Guru perlu mempunyai pemahaman yang baik tentang katakteristik siswa, dan teknik-teknik memimpin perkembangan siswa, serta kecintaan kepada anak, agar dapat melaksanakan peranan-peranan yang baik.



DAFTAR PUSTAKA

As’adi, Basuki, Ulum, Miftahul, Pengantar Filsafat Pendidikan, Penerbit STAIN PO Press, 2010.
Djumransyah. Filsafat Pendidikaan. Malang: Bayu Media, 2004.
Mudyaharjo, Redja, PENGANTAR PENDIDIKAN , JAKARTA: PT RajaGrafindo Persada, 2001.
Iman Sad, Muis, Pendidikan Partisiptif Menimbang konsep fitrah dan Progesivisme Jhon Dewey, Yogyakarta: Safaria Insania Press.
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan Islam, Pekanbaru: LSFK2P 2005.
Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, Jakarta: RAJAGRAFINDOPERSADA, 2010.
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Pendidikan Islam, Bandung: Alfabeta, 2003.
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam , Jakarta: Bumi Aksara, 2008.


[1] Uyoh Sadulloh, Pengantar Pendidikan Islam (Bandung: Alfabeta, 2003), 141.
[2] Basuki As’adi, Miftahul Ulum, Pengantar Filsafat Pendidikan (Penerbit STAIN PO PresS, 2010), 43.
[3] Uyoh Sadulloh, Ibid, 141-142.
[4] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam  (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 20.
[5]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner (Jakarta: RAJAGRAFINDOPERSADA, 2010), 133-134.
[6] Uyoh Sadulloh, Pengantar Pendidikan Islam (Bandung: Alfabeta, 2003), 142-143.
[7] Ibid, 144.
[8] Djumransyah. Filsafat Pendidikaan. (Malang: Bayu Media, 2004), 177.
[9]Abuddin Nata, Ibid, 135.
[10] Muhmidayeli. Filsafat Pendidikan Islam. ( Pekanbaru: LSFK2P. 2005), 168.
[11]Abuddin Nata, Ibid, 135.
[12] Muhmidayeli, Ibid, 168.
[13] Muis Sad Iman, Pendidikan Partisiptif Menimbang konsep fitrah dan Progesivisme Jhon Dewey (Yogyakarta: Safaria Insania Press), 55.
[14] Redja Mudyaharjo, PENGANTAR PENDIDIKAN (JAKARTA: PT RajaGrafindo Persada, 2001), 147-148.
[15] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan (BABDUNG: ALFABETA, 2003), 148.
[16] Ibid , 140.