Jumat, 01 November 2013

JENIS-JENIS KESULITAN BELAJAR



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG.
Disekolah sebagian murid masih belum mampu mencapai prestasi belajar yang optimal karena mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa menyangkup pengertian yang luas, diantaranya learning disorder, learning disfunction, underachiever, slow learner dan learning disabilities. Kesulitan belajar sisiwa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologi, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada dibawah semestinya. Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian diatas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik, konatif maupun afektif.
Kesulitan belajar adalah masalah yang hampir dialami oleh semua siswa. Kesulitan belajar dapat diartikan suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Kesulitan belajar menyangkut pengertian yang luas dan termasuk learning disorder, learning disfuction, underachiever, slow learner dan learning disabilities, tetapi yang masuk dalam kontek madrasah ibtidaiyyah kesulitan belajar yang umum dialami oleh murid-murid adalah learning disalibities, underachiever, dan slow learner, sehingga ketiga jenis kesulitan belajar ini yag akan dibahas dalam uraian materi ini.


B.     RUMUSAN MASALAH.
1.    Pengertian kesulitan belajar.
2.    Jenis-jenis kesulitan belajar.
3.    Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar.
4.    Karakteristik siswa berkesulitan belajar.
5.    Cara mengatasi kesulitan belajar.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN KESULITAN BELAJAR.
Kesulitan belajar merupakan terjemah dari istilah bahasa inggris learning disability. Terjemah tersebut sebenarnya kurang  tepat karena learning artinya belajar dan disability artinya ketidakmampuan belajar. Istilah kesulitan belajar digunakan dibuku ini karena dirasakan lebih optimis.[1]
Definisi belajar menurut Howard L. Kingsley, “Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam artian luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
Adapun kesulitan belajar sendiri, dapat diartikan sebagai hambatan dan gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai[2].
Akhirnya, berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar[3].
Jadi, dapat dikatakan kesulitan belajar siswa dapat ditunjukkan oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut bisa bersifat psikologis, sosiologis maupun fisiologis[4].
Ø KLASIFIKASI.
Secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, (1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities). (2) Kesulitan belajar akademik (academik learning disabilities). Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencangkup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajarbahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian prilaku sosial. Kesulitan belajar akademik pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyangkup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis dan metematika[5].
B.     JENIS-JENIS KESULITAN BELAJAR.
1.      LEARNING DISABILITIES.
Learning disabilities (LD) adalah ketidakmampuan seseorang yang mengacu pada gejala dimana anak tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajarnya dibawah potensi intelektualnya. Anak LD adalah individu yang mengalami gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar dan disfungsi sistem syarat pusat atau gangguan neurologisnyang dimanifestasikan dalam kegagalan kegagalan yang nyata. Kegagalan yang sering dialami oleh anak LD adalah dalam hal pemahaman, penggunaan pendengaran, berbicara, membaca, mengeja, berfikir, menulis, berhitung dan keterampilan sosial. Kesulitan belajar tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya atau ekonomi, tetapi dapat muncul secara bersamaan.
Penelitian Dr. Levinson yang dilakukan secara terbatas memperlihatkan bahwa LD dan Dyslexia adalah sama, dengan kata lain Dysleksia adalah suatu sindrum dari banyak ragam gejala yang berbeda insensitasnya. Oleh karena itu, beberapa penderita dyslexic akan memiliki kelemahan-kelemahan sederhana dalam pembacaan, pengejaan dan pengucapan sementara lainnya masalah-masalah utama hanya pada berhitung, daya ingatdan kosentrasi. Semua penderita dyslexic mengalami suatu gangguan fungsi telinga[6].
Ø Ciri-ciri learning disabilities.
§  Daya ingat terbatas (relatif kurang baik).
§  Sering melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca.
§  Lambat dalam mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucaannya.
§  Bingung dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran matematika.
§  Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan daya ingat.
§  Implusif yaitu bertindak tanpa difikir dahulu.
§  Sulit berkosentrasi.
§  Sering melanggar aturan baik dirumah maupun disekolah.
§  Tidak mampu disiplin atau sulit merencanakan kegiatan sehari-hari.
§  Menolak bersekolah.
§  Tidak setabil dalam memegang alat tulis.
§  Kacau dalam memahami hari dan waktu.
Ø Faktor-faktor penyebab Learning Disabilities.
§  Faktor keturunan (genetik) dan gangguan koordinasi pada otak.
§  Kira-kira 14 area di otak berfungsi saat membaca, ketidakmampuan dalam belajar disebabkan karena ada gangguan diarea otaknya[7].

2.   UNDERACHIEVER.
Underachiever jauh lebih kompleks dibanding dengan prestasi kurang. Konsep Underachiever lebih berhubungan dengan kemampuan yang dimiliki seseorang. Seseorang dalam melakukan kegiatan banyak berkaitan dengan kemampuan yang ia miliki. Kemampuan tinggi, maka kecendrungan prestasi seseorang akan tinggi pula.“Underachievement” juga merupakan salahsatu hal yang umum, yaitu berkembang luas dan lazim terjadi di setiap ruang kelas. “Underachievement” merupakan suatu fenomena manusia yang universal dan menjadi ciri khas seorang individu.
Di Indonesia belum ada devinisi yang baku tentang  “Underachievement” ini. Para guru umumnya memandang semua siswa yang memperoleh prestasi belajar rendah disebut siswa yang “Underachievement”. Dalam kondisi seperti ini, kiranya dapat dipertimbangkan untuk mengadopsi devinisi yang dikemukakan berbagai ahli diatas. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dapat ditarik suatu pengrtian, bahwa prestasi dibawah kemempuan merupakan suatu kondisi adanya ketimpangan antara prestasi akademik seseorang dengan kemempuan intelektual yang dimilikinya. Siswa yang memilii prestasi dibawah kemempuannya atau yang disebut dengan berprestasi kurang pada dasarnya memiliki kemempuan intelektual tergolong tinggi, namun prestasi akademik yang diperoleh di sekolah tergolong redah.
Ø  Ciri-ciri Underachiever.
§  Lebih banyak mengalami kekecewaan dan mampu mengontrol diri terhadap kecemasannya.
§  Kurang mampu mrnyesuaikan diri dan kurang percaya pada diri sendiri.
§  Kurang mampu mengikuti otoritas.
§  Kurang mampu dalam penerimaan soal.
§  Kegiatannya kurang berorientasi pada akademik dan sosial.
§  Lebih banyak mengalami konfil dan ketergantungan.
§  Kurang mampu menggunakan waktu luang.
§  Kurang berminat pada membaca dan berhitung.
§  Sikap negatif terhadap sekolah.
Ø  Faktor-faktor penyebab Underachiever.
§  Rendahnya dukungan orangtua.
§  Kebiasaan belajar.
§  Lingkungan belajar[8].

3.    SLOW LEARNER.
Slow Learner  adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain dan memiliki taraf potensi intelektual yang sama. Apabila diamati, maka ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar.
Kelompok pertama merupakan sekolompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari. Kelompok kedua, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai, dapat pula ketuntasan belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai dengan karakteristik murid yang bersangkutan.
Ø Ciri-ciri Slow Learner.
Pada umumnya anak yang lambat belajar adalah anak yang mempunyai kecerdasan dibawah rata-rata, tetapi tidak sampai pada taraf imbisil atau idiot. Anak yang lambat belajar disebut juga anak yang “subnormal” atau “mentally retarted”. Gejala-gejala anak yang lambat belajar adalah:
§  Perhatian dan kosentrasi singkat.
§  Reaksi lambat.
§  Kemempuan terbatas untuk mengerjakan hal-hal yang abstrak dan menyimpulkan.
§  Kemampuan terbatas dalam menilai bahan yang relevan.
§  Belajar lambat dan mudah lupa.
§  Berpandanagan sempit
§  Tidak mampu menaganalisa, memecahkan masalah dan berfikir kritis.
Ø Faktor-faktor penyebab Slow Learner.
            Keinginan tigkah laku anak yang tergolong dalam slow learner adalah menggambarkan adanya sesuatu yang kurang sempurna pada pusat susunan syarafnya, kemungkinan ada  sesuatu syaraf yang tidak berfungsi lagi karena telah mati atau setidak-tidaknya telah menjadi lemah. Keadaan demikian itu biasanya terjadi pada anak masih dalam kandungan ibunya atau pada waktu dilahirkan, dapat pula terjadi karena adanya faktor-faktor dari dalam (endogen) atau dari luar (oksogen)[9].

C.  FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari:
1.    Faktor intern siswa, yakni hal-hal yang mucul dari dalam diri siswa sendiri. Faktor ini meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
a.    Yang bersifat kognitif (ranah cipta), seperti rendahnya kapasitas intelektual / inteligensi siswa.
b.    Yang bersifat afektif (ranah rasa), seperti labilnya emosi dan sikap.
c.    Yang bersikap psikomotor (ranah karsa), seperti terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).
2.    Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal yang yang datng dari luar diri siswa. Faktor ini meliputi semua situasi dan kondisi ligkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan tersebut meliputi:
a.    Lingkungan keluarga, misalnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b.    Lingkungan perkampungan/ masyarakat, misalnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
c.    Lingkungan sekolah, misalnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Selain faktor-faktor umum tersebut, terdapat faktor khusus yang dapat menimbulkan kesulitan belajar yaitu sindrom psikologis berupa  learning disability (ketidakmampan belajar). Sindrom yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar terdiri atas:
1)   Disleksia: yakni ketidakmampuan belajar membaca.
2)   Disgrafia: yakni ketidakmampuan belajar menulis.
3)   Diskalkulia: yakni ketidakmampuan belajar matematika.[10]
D.   KARAKTERISTIK SISWA BERKESULITAN BELAJAR.
Seperti telah dijelaskan, murid yang mengalami kesulitan belajar itu memiliki hambatan-hambatan, sehingga menampakkan gejala-gejala yang bisa diamati oleh orang lain (guru, pembimbing). Beberapa gejala sebagai pertanda adanya kesulitan belajar adalah:
1.    Menunujukkan prestasi rendah yang dicapai oleh kelompok kelas
2.    Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah
3.    Lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam semua hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal dalam menyelesaikan tugas-tugas
4.    Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, berpura-pura, dusta, dan lain-lain
5.    Menunjukkan tingkah laku yang berlainan
6.    Anak didik yang tergolong memiliki IQ tinggi, yang secara potensial mereka seharusnya meraih prestasi belajar yang tinggi, tetapi kenyataannya mereka mendapatkan prestasi belajar yang rendah
7.    Anak didik yang selalu menunjukkan prestasi belajar yang tinggi untuk sebagian besar mata pelajaran, tetapi di lain waktu prestasi belajarnya menurun drastis.
Dari gejala-gejala yang tampak, guru (pembimbing) bisa menginterprestasi bahwa ia kemungkinan mengalami kesulitan belajar. Disamping melihat gejala-gejala yang tampak, guru pun dapat mengadakan penyelidikan antara lain dengan:
1.    Observasi, adalah cara memperoleh dengan langsung mengamati terhadap objek. Data-data yang dapat diperoleh melalui observasi, misalnya:
a.       Bagaimana sikap siswa dalam mengkuti pelajaran, adalah tanda-tanda lelah, mudah mengantuk, sukar memusatkan perhatian pada pelajaran.
b.      Bagaimana kelengkapan catatan, peralatan dalam pelajaran. Murid yang mengalami kesulitan belajar, catatan maupun peralatan belajarnya tidak lengkap.
2.    Interviu, adalah cara mendapatkan data dengan wawancara langsung terhadap orang yang diselidiki atau terhadap orang lain yang dapat memberikan informasi tentang orang yang diselidiki.
3.    Tes diagnostik, adalah suatu cara mengumpulkan data dengan tes. Untuk mengetahui murid yang mengalami kesulitan belajar tes meliputi, tes buatan guru (teacher made test) yang dikenal dengan tes diagnostik dan tes psikologis. Sebab yang mengalami kesulitan belajar itu mungkin disebabkan IQ rendah, tidak memiliki bakat, dan lain-lain sehingga diperlukan tes psikologis.
4.    Dokumentasi, adalah cara mengetahui sesuatu dengan melihat dokumen-dokumen, catatan-catatan, arsip-arsip yang berhubungan dengan orang yang diselidiki. Untuk mengenal murid yang mengalami kesulitan belajar, bisa melihat: a) Riwayat hidupnya, b) Kehadiran murid di dalam mengikuti pelajaran, c) Memiliki daftar pribadinya, d) Catatan hariannya, e) Catatan kesehatannya, f) Daftar hadir di sekolah, g) Kumpulan ulangan, h) Rapor dll.[11]

E.   CARA MENGATASI KESULITAN BELAJAR.
Dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar tidak bisa diabaikan dengan kegiatan mencari faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari sumber-sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyerta lainnya mutlak dilakukan secara akurat, efektif dan efisien[12].
Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam mengatasi kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
1.    Pengumpulan Data.
     Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak informasi. Untuk memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengamatan langsung yang disebut dengan pengumpulan data. Menurut Sam Isbani dan R. Isbani dalam pengumpulan data diperlukan berbagai metode, diantaranya: observasi, case study, case history, kunjungan rumah, daftar pribadi, meneliti pekerjaan anak, tugas kelompok dan melaksanakan tes.

2.    Pengolahan Data.
     Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, selanjutnya diadakan pengolahan secara cermat. Dalam pengolahan data langkah yang dapat ditempuh antara lain:
a.    Identifikasi kasus.
b.    Membandingkan antar kasus.
c.    Membandingkan dengan hasil tes.
d.   Menarik kesimpulan.
3.    Diagnosis.
     Diagnosa adalah keputusan (penentu) mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a.    Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya).
b.    Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar.
c.    Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar.
4.    Pragnosis.
     Prognosis artinya “ramalan”. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap diagnosis, akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya. Prognosa adalah aktivitas penyusunan rencana/ program yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar anak didik.
5.    Treatment atau Perlakuan.
     Perlakuan disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis tersebut. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan contohnya bimbingan belajar kelompok, bimbingan belajar individual dan lain-lain.
6.    Evaluasi.
     Evaluasi disini untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal sama sekali. Kalau ternyata treatment yang diberikan tidak berhasil, maka diadakan pengecekan kembali. Alat yang digunakan untuk evaluasi dapat berupa tes prestasi belajar (Achievement Test).[13]

BAB III
KESIMPULAN

·      PENGERTIAN KESULITAN BELAJAR.
     Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai hambatan dan gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar
·      JENIS-JENIS KESULITAN BELAJAR :
1.         Leaning Disabilities.
2.         Underachiever.
3.         Slow Learner.
·      FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR:
Ø  Faktor intern.
Ø  Faktor ekstern.
·      KARAKTERISTIK SISWA BERKESULITAN BELAJAR.
o      Menunujukkan prestasi rendah yang dicapai oleh kelompok kelas
o      Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
o      Lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar.
o      Menunjukkan sikap yang kurang wajar
o      Menunjukkan tingkah laku yang berlainan
o      Anak didik yang tergolong memiliki IQ tinggi, yang secara potensial mereka seharusnya meraih prestasi belajar yang tinggi, tetapi kenyataannya mereka mendapatkan prestasi belajar yang rendah
o      Anak didik yang selalu menunjukkan prestasi belajar yang tinggi untuk sebagian besar mata pelajaran, tetapi di lain waktu prestasi belajarnya menurun drastis.
·      CARA MENGATASI KESULITAN BELAJAR:
(a)    Pengumpulan data, (b) pengolahan data, (c) diagnosis, (d) pragnosis, (e) treatment/perlakuan, (f) evaluasi.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: RINEKA CIPTA, 2003.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006.
Bahri Djamarah, Syaiful, Psikologi Belajar, Jakara: Rineka Cipta, 2002.
Mudzakir, Ahmad, Psikologi Pendidikan, Bandung: Pusaka Setia, 1997.
Learning Assistance Program for Islamic Scools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Psikologi Belajar, 2009.



[1] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar  (Jakarta: RINEKA CIPTA, 2003), 6.
[2] http://almajdzubnews.blogspot.com/2013/02/makalah-kesulitan-belajar-siswa.html
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakara: Rineka Cipta, 2002), 201.
[4] http://almajdzubnews.blogspot.com/2013/02/makalah-kesulitan-belajar-siswa.html
[5] Mulyono Abdurrahman , Ibid, 11.
[6] Learning Assistance Program for Islamic Scools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Psikologi Belajar, 2009, 8-9.
[7] LAPIS, Ibid, 9-10.
[8] LAPIS, Ibid, 11-14.
[9] LAPIS, Ibid, 14-15.
[10] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006), 182-184.
[11] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakara: Rineka Cipta, 2002), 212-215.
[12] Ibid, 215.
[13] Ahmad Mudzakir, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Pusaka Setia, 1997), 168-172.

1 komentar: