BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG.
Disekolah
sebagian murid masih belum mampu mencapai prestasi belajar yang optimal karena
mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa menyangkup pengertian yang
luas, diantaranya learning disorder, learning disfunction, underachiever, slow
learner dan learning disabilities. Kesulitan belajar sisiwa ditunjukkan oleh
adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat
bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologi, sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada dibawah semestinya. Siswa
yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian diatas akan
tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik dalam
aspek kognitif, psikomotorik, konatif maupun afektif.
Kesulitan
belajar adalah masalah yang hampir dialami oleh semua siswa. Kesulitan belajar
dapat diartikan suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai dengan
adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Kesulitan
belajar menyangkut pengertian yang luas dan termasuk learning disorder,
learning disfuction, underachiever, slow learner dan learning disabilities,
tetapi yang masuk dalam kontek madrasah ibtidaiyyah kesulitan belajar yang umum
dialami oleh murid-murid adalah learning disalibities, underachiever, dan slow
learner, sehingga ketiga jenis kesulitan belajar ini yag akan dibahas dalam
uraian materi ini.
B. RUMUSAN
MASALAH.
1. Pengertian
kesulitan belajar.
2. Jenis-jenis
kesulitan belajar.
3. Faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar.
4. Karakteristik
siswa berkesulitan belajar.
5. Cara
mengatasi kesulitan belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
KESULITAN BELAJAR.
Kesulitan
belajar merupakan terjemah dari istilah bahasa inggris learning disability. Terjemah tersebut sebenarnya kurang tepat karena learning artinya belajar dan disability
artinya ketidakmampuan belajar. Istilah kesulitan belajar digunakan dibuku ini
karena dirasakan lebih optimis.[1]
Definisi
belajar menurut Howard L. Kingsley, “Belajar adalah proses di mana tingkah laku
(dalam artian luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
Adapun
kesulitan belajar sendiri, dapat diartikan sebagai hambatan dan gangguan
belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang
signifikan antara taraf integensi dan kemampuan akademik yang seharusnya
dicapai[2].
Akhirnya,
berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah
suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya
ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar[3].
Jadi, dapat
dikatakan kesulitan belajar siswa dapat ditunjukkan oleh adanya hambatan
tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut bisa bersifat
psikologis, sosiologis maupun fisiologis[4].
Ø KLASIFIKASI.
Secara
garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, (1)
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities). (2) Kesulitan belajar
akademik (academik learning disabilities).
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencangkup gangguan
motorik dan persepsi, kesulitan belajarbahasa dan komunikasi, dan kesulitan
belajar dalam penyesuaian prilaku sosial. Kesulitan belajar akademik pada
adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan
kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyangkup penguasaan
keterampilan dalam membaca, menulis dan metematika[5].
B. JENIS-JENIS
KESULITAN BELAJAR.
1. LEARNING
DISABILITIES.
Learning
disabilities (LD) adalah ketidakmampuan seseorang yang mengacu pada gejala
dimana anak tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil
belajarnya dibawah potensi intelektualnya. Anak LD adalah individu yang
mengalami gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar dan disfungsi
sistem syarat pusat atau gangguan neurologisnyang dimanifestasikan dalam
kegagalan kegagalan yang nyata. Kegagalan yang sering dialami oleh anak LD
adalah dalam hal pemahaman, penggunaan pendengaran, berbicara, membaca,
mengeja, berfikir, menulis, berhitung dan keterampilan sosial. Kesulitan
belajar tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental,
gangguan emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena
kemiskinan lingkungan, budaya atau ekonomi, tetapi dapat muncul secara
bersamaan.
Penelitian
Dr. Levinson yang dilakukan secara terbatas memperlihatkan bahwa LD dan
Dyslexia adalah sama, dengan kata lain Dysleksia adalah suatu sindrum dari
banyak ragam gejala yang berbeda insensitasnya. Oleh karena itu, beberapa
penderita dyslexic akan memiliki kelemahan-kelemahan sederhana dalam pembacaan,
pengejaan dan pengucapan sementara lainnya masalah-masalah utama hanya pada
berhitung, daya ingatdan kosentrasi. Semua penderita dyslexic mengalami suatu
gangguan fungsi telinga[6].
Ø Ciri-ciri
learning disabilities.
§ Daya
ingat terbatas (relatif kurang baik).
§ Sering
melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca.
§ Lambat
dalam mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucaannya.
§ Bingung
dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran matematika.
§ Sulit
dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan daya ingat.
§ Implusif
yaitu bertindak tanpa difikir dahulu.
§ Sulit
berkosentrasi.
§ Sering
melanggar aturan baik dirumah maupun disekolah.
§ Tidak
mampu disiplin atau sulit merencanakan kegiatan sehari-hari.
§ Menolak
bersekolah.
§ Tidak
setabil dalam memegang alat tulis.
§ Kacau
dalam memahami hari dan waktu.
Ø Faktor-faktor
penyebab Learning Disabilities.
§ Faktor
keturunan (genetik) dan gangguan koordinasi pada otak.
§ Kira-kira
14 area di otak berfungsi saat membaca, ketidakmampuan dalam belajar disebabkan
karena ada gangguan diarea otaknya[7].
2. UNDERACHIEVER.
Underachiever jauh lebih kompleks
dibanding dengan prestasi kurang. Konsep Underachiever lebih berhubungan dengan
kemampuan yang dimiliki seseorang. Seseorang dalam melakukan kegiatan banyak
berkaitan dengan kemampuan yang ia miliki. Kemampuan tinggi, maka kecendrungan
prestasi seseorang akan tinggi pula.“Underachievement” juga merupakan salahsatu
hal yang umum, yaitu berkembang luas dan lazim terjadi di setiap ruang kelas. “Underachievement”
merupakan suatu fenomena manusia yang universal dan menjadi ciri khas seorang
individu.
Di Indonesia belum ada devinisi yang
baku tentang “Underachievement” ini.
Para guru umumnya memandang semua siswa yang memperoleh prestasi belajar rendah
disebut siswa yang “Underachievement”. Dalam kondisi seperti ini, kiranya dapat
dipertimbangkan untuk mengadopsi devinisi yang dikemukakan berbagai ahli
diatas. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dapat ditarik suatu pengrtian,
bahwa prestasi dibawah kemempuan merupakan suatu kondisi adanya ketimpangan
antara prestasi akademik seseorang dengan kemempuan intelektual yang
dimilikinya. Siswa yang memilii prestasi dibawah kemempuannya atau yang disebut
dengan berprestasi kurang pada dasarnya memiliki kemempuan intelektual
tergolong tinggi, namun prestasi akademik yang diperoleh di sekolah tergolong
redah.
Ø Ciri-ciri
Underachiever.
§ Lebih
banyak mengalami kekecewaan dan mampu mengontrol diri terhadap kecemasannya.
§ Kurang
mampu mrnyesuaikan diri dan kurang percaya pada diri sendiri.
§ Kurang
mampu mengikuti otoritas.
§ Kurang
mampu dalam penerimaan soal.
§ Kegiatannya
kurang berorientasi pada akademik dan sosial.
§ Lebih
banyak mengalami konfil dan ketergantungan.
§ Kurang
mampu menggunakan waktu luang.
§ Kurang
berminat pada membaca dan berhitung.
§ Sikap
negatif terhadap sekolah.
Ø Faktor-faktor
penyebab Underachiever.
§ Rendahnya
dukungan orangtua.
§ Kebiasaan
belajar.
§ Lingkungan
belajar[8].
3. SLOW LEARNER.
Slow
Learner adalah siswa yang lambat dalam
proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
sekelompok siswa lain dan memiliki taraf potensi intelektual yang sama. Apabila
diamati, maka ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai hasil
belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar.
Kelompok
pertama merupakan sekolompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan
tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam
menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus
dipelajari. Kelompok kedua, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat
ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai, dapat
pula ketuntasan belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah
ditempuh tidak sesuai dengan karakteristik murid yang bersangkutan.
Ø Ciri-ciri
Slow Learner.
Pada
umumnya anak yang lambat belajar adalah anak yang mempunyai kecerdasan dibawah
rata-rata, tetapi tidak sampai pada taraf imbisil atau idiot. Anak yang lambat
belajar disebut juga anak yang “subnormal” atau “mentally retarted”.
Gejala-gejala anak yang lambat belajar adalah:
§ Perhatian
dan kosentrasi singkat.
§ Reaksi
lambat.
§ Kemempuan
terbatas untuk mengerjakan hal-hal yang abstrak dan menyimpulkan.
§ Kemampuan
terbatas dalam menilai bahan yang relevan.
§ Belajar
lambat dan mudah lupa.
§ Berpandanagan
sempit
§ Tidak
mampu menaganalisa, memecahkan masalah dan berfikir kritis.
Ø Faktor-faktor
penyebab Slow Learner.
Keinginan tigkah laku anak yang
tergolong dalam slow learner adalah menggambarkan adanya sesuatu yang kurang
sempurna pada pusat susunan syarafnya, kemungkinan ada sesuatu syaraf yang tidak berfungsi lagi
karena telah mati atau setidak-tidaknya telah menjadi lemah. Keadaan demikian
itu biasanya terjadi pada anak masih dalam kandungan ibunya atau pada waktu
dilahirkan, dapat pula terjadi karena adanya faktor-faktor dari dalam (endogen)
atau dari luar (oksogen)[9].
C. FAKTOR
PENYEBAB KESULITAN BELAJAR.
Secara garis
besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari:
1.
Faktor intern siswa, yakni hal-hal
yang mucul dari dalam diri siswa sendiri. Faktor ini meliputi gangguan atau
kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
a.
Yang bersifat kognitif (ranah
cipta), seperti rendahnya kapasitas intelektual / inteligensi siswa.
b.
Yang bersifat afektif (ranah rasa),
seperti labilnya emosi dan sikap.
c.
Yang bersikap psikomotor (ranah
karsa), seperti terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan
telinga).
2.
Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal
yang yang datng dari luar diri siswa. Faktor ini meliputi semua situasi dan
kondisi ligkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor
lingkungan tersebut meliputi:
a.
Lingkungan keluarga, misalnya:
ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi
keluarga.
b.
Lingkungan perkampungan/ masyarakat,
misalnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer
group) yang nakal.
c.
Lingkungan sekolah, misalnya:
kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru
dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Selain faktor-faktor umum tersebut, terdapat faktor
khusus yang dapat menimbulkan kesulitan belajar yaitu sindrom psikologis
berupa learning disability
(ketidakmampan belajar). Sindrom yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai
indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar terdiri
atas:
1)
Disleksia: yakni ketidakmampuan
belajar membaca.
2)
Disgrafia: yakni ketidakmampuan
belajar menulis.
3)
Diskalkulia: yakni ketidakmampuan
belajar matematika.[10]
D. KARAKTERISTIK SISWA
BERKESULITAN BELAJAR.
Seperti telah dijelaskan,
murid yang mengalami kesulitan belajar itu memiliki hambatan-hambatan, sehingga
menampakkan gejala-gejala yang bisa diamati oleh orang lain (guru, pembimbing).
Beberapa gejala sebagai pertanda adanya kesulitan belajar adalah:
1. Menunujukkan
prestasi rendah yang dicapai oleh kelompok kelas
2. Hasil
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan
keras tetapi nilainya selalu rendah
3. Lambat
dalam mengerjakan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan
kawan-kawannya dalam semua hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal dalam
menyelesaikan tugas-tugas
4. Menunjukkan
sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, berpura-pura, dusta, dan
lain-lain
5. Menunjukkan
tingkah laku yang berlainan
6. Anak
didik yang tergolong memiliki IQ tinggi, yang secara potensial mereka
seharusnya meraih prestasi belajar yang tinggi, tetapi kenyataannya mereka
mendapatkan prestasi belajar yang rendah
7. Anak
didik yang selalu menunjukkan prestasi belajar yang tinggi untuk sebagian besar
mata pelajaran, tetapi di lain waktu prestasi belajarnya menurun drastis.
Dari gejala-gejala yang tampak,
guru (pembimbing) bisa menginterprestasi bahwa ia kemungkinan mengalami
kesulitan belajar. Disamping melihat gejala-gejala yang tampak, guru pun dapat
mengadakan penyelidikan antara lain dengan:
1. Observasi,
adalah cara memperoleh dengan langsung mengamati terhadap objek. Data-data yang
dapat diperoleh melalui observasi, misalnya:
a. Bagaimana
sikap siswa dalam mengkuti pelajaran, adalah tanda-tanda lelah, mudah
mengantuk, sukar memusatkan perhatian pada pelajaran.
b. Bagaimana
kelengkapan catatan, peralatan dalam pelajaran. Murid yang mengalami kesulitan
belajar, catatan maupun peralatan belajarnya tidak lengkap.
2. Interviu,
adalah cara mendapatkan data dengan wawancara langsung terhadap orang yang
diselidiki atau terhadap orang lain yang dapat memberikan informasi tentang
orang yang diselidiki.
3. Tes
diagnostik, adalah suatu cara mengumpulkan data dengan tes. Untuk mengetahui
murid yang mengalami kesulitan belajar tes meliputi, tes buatan guru (teacher
made test) yang dikenal dengan tes diagnostik dan tes psikologis. Sebab yang
mengalami kesulitan belajar itu mungkin disebabkan IQ rendah, tidak memiliki
bakat, dan lain-lain sehingga diperlukan tes psikologis.
4. Dokumentasi,
adalah cara mengetahui sesuatu dengan melihat dokumen-dokumen, catatan-catatan,
arsip-arsip yang berhubungan dengan orang yang diselidiki. Untuk mengenal murid
yang mengalami kesulitan belajar, bisa melihat: a) Riwayat hidupnya, b)
Kehadiran murid di dalam mengikuti pelajaran, c) Memiliki daftar pribadinya, d)
Catatan hariannya, e) Catatan kesehatannya, f) Daftar hadir di sekolah, g)
Kumpulan ulangan, h) Rapor dll.[11]
E.
CARA MENGATASI KESULITAN BELAJAR.
Dalam rangka
usaha mengatasi kesulitan belajar tidak bisa diabaikan dengan kegiatan mencari
faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari
sumber-sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyerta lainnya mutlak
dilakukan secara akurat, efektif dan efisien[12].
Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu ditempuh
dalam mengatasi kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan
Data.
Untuk
menemukan sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak informasi. Untuk
memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengamatan langsung
yang disebut dengan pengumpulan data. Menurut Sam Isbani dan R. Isbani dalam
pengumpulan data diperlukan berbagai metode, diantaranya: observasi, case
study, case history, kunjungan rumah, daftar pribadi, meneliti pekerjaan anak,
tugas kelompok dan melaksanakan tes.
2. Pengolahan
Data.
Data yang
telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, selanjutnya diadakan
pengolahan secara cermat. Dalam pengolahan data langkah yang dapat ditempuh
antara lain:
a.
Identifikasi kasus.
b.
Membandingkan antar kasus.
c.
Membandingkan dengan hasil tes.
d.
Menarik kesimpulan.
3. Diagnosis.
Diagnosa
adalah keputusan (penentu) mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosis ini
dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Keputusan
mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya).
b. Keputusan
mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar.
c. Keputusan
mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar.
4. Pragnosis.
Prognosis
artinya “ramalan”. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap diagnosis, akan
menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan mengenai bantuan apa
yang harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya. Prognosa
adalah aktivitas penyusunan rencana/ program yang diharapkan dapat membantu
mengatasi masalah kesulitan belajar anak didik.
5. Treatment
atau Perlakuan.
Perlakuan
disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang
mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah disusun pada
tahap prognosis tersebut. Bentuk treatment yang mungkin dapat
diberikan contohnya bimbingan belajar kelompok, bimbingan belajar individual
dan lain-lain.
6. Evaluasi.
Evaluasi
disini untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan
tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal sama
sekali. Kalau ternyata treatment yang diberikan tidak
berhasil, maka diadakan pengecekan kembali. Alat yang digunakan untuk
evaluasi dapat berupa tes prestasi belajar (Achievement Test).[13]
BAB
III
KESIMPULAN
·
PENGERTIAN KESULITAN BELAJAR.
Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai
hambatan dan gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya
kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi dan kemampuan akademik yang
seharusnya dicapai. Dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah suatu
kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya
ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar
·
JENIS-JENIS
KESULITAN BELAJAR :
1.
Leaning
Disabilities.
2.
Underachiever.
3.
Slow Learner.
·
FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR:
Ø Faktor
intern.
Ø Faktor
ekstern.
·
KARAKTERISTIK SISWA BERKESULITAN
BELAJAR.
o Menunujukkan
prestasi rendah yang dicapai oleh kelompok kelas
o Hasil
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
o Lambat
dalam mengerjakan tugas-tugas belajar.
o
Menunjukkan
sikap yang kurang wajar
o
Menunjukkan
tingkah laku yang berlainan
o
Anak didik yang
tergolong memiliki IQ tinggi, yang secara potensial mereka seharusnya meraih
prestasi belajar yang tinggi, tetapi kenyataannya mereka mendapatkan prestasi
belajar yang rendah
o
Anak didik yang
selalu menunjukkan prestasi belajar yang tinggi untuk sebagian besar mata
pelajaran, tetapi di lain waktu prestasi belajarnya menurun drastis.
·
CARA MENGATASI KESULITAN BELAJAR:
(a)
Pengumpulan data, (b) pengolahan
data, (c) diagnosis, (d) pragnosis, (e) treatment/perlakuan, (f) evaluasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar, Jakarta: RINEKA
CIPTA, 2003.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006.
Bahri Djamarah, Syaiful, Psikologi Belajar, Jakara: Rineka Cipta, 2002.
Mudzakir, Ahmad, Psikologi Pendidikan, Bandung: Pusaka Setia, 1997.
Learning
Assistance Program for Islamic Scools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,
Psikologi Belajar, 2009.
[1] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: RINEKA CIPTA, 2003), 6.
[2]
http://almajdzubnews.blogspot.com/2013/02/makalah-kesulitan-belajar-siswa.html
[3]
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi
Belajar, (Jakara: Rineka Cipta, 2002), 201.
[4] http://almajdzubnews.blogspot.com/2013/02/makalah-kesulitan-belajar-siswa.html
[5] Mulyono Abdurrahman , Ibid, 11.
[6] Learning Assistance Program for
Islamic Scools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Psikologi Belajar, 2009, 8-9.
[7] LAPIS, Ibid, 9-10.
[8] LAPIS, Ibid, 11-14.
[9] LAPIS, Ibid, 14-15.
[10] Muhibbin Syah, Psikologi
Belajar, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006), 182-184.
[11]
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi
Belajar, (Jakara: Rineka Cipta, 2002), 212-215.
[12] Ibid, 215.
[13] Ahmad Mudzakir, Psikologi
Pendidikan, (Bandung: Pusaka Setia, 1997), 168-172.
Semoga bermanfaat.....
BalasHapus