ARAB PRA ISLAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM KLASIK”
Disusun
Oleh:
Fuadatul
Hariroh (210311089)
Dosen Pengampu :
Yusmicha Ulya
Afif, M.Pd.I
TARBIYAH
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONOROGO
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Mengkaji tentang Islam akan lebih sempurna bila kita mengkaji Arab
pra-Islam terlebih dahulu, karena Islam lahir di tengah-tengah masyarakat Arab
yang sudah mempunyai adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Apalagi ia muncul di kota terpenting bagi mereka yang menjadi jalur penting
bagi lalu lintas perdagangan mereka kala itu, dan dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
(570-632 M) yang merupakan salah satu keturunan suku terhormat dan memiliki
kedudukan terpandang di antara mereka secara turun-temurun dalam beberapa
generasi, Quraysh adalah suku penguasa di atas suku-suku lainnya di Mekah,
sebuah kota yang di dalamnya terdapat bangunan suci tua yang memiliki daya
tarik yang melebihi tempat-tempat pemujaan lainnya di daerah Arab.
Peradaban Arab adalah akibat pengaruh dari budaya bangsa-bangsa
disekitarnya yang lebih dulu maju dari pada kebudayaan dan peradaban arab
melalui beberapa jalur; yang penting diantaranya adalah melalui hubungan dagang
dengan bangsa lain, melalui kerajaan-kerajaan dan masuknya misi Yahudi dan
Kristen.[1]
RUMUSAN
MASALAH.
1. Bagaimanakah keadaan Arab sebelum Islam?
2. Bagaimanakah keadaan geografis jazirah Arab?
3. Bagaimanakah sosial dan budaya di Arab pra Islam?
4. Apa saja agama-agama yang berkembang di Arab pra Islam?
5. Bagaimanakah keadaan ekonomi bangsa Arab pra Islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. MASYARAKAT ARAB PRA ISLAM
Bangsa Arab pra Islam selalu identik dengan sebutan jahiliah, meskipun perlu dipahami
kembali makna jahiliah. Selama ini jahiliah diartikan bodoh tidak tahu baca
tulis, padahal terdapat bukti sejarah yang manunjukkan kecerdasan bangsa Arab
baik melalui syi’ir dan lainnya.[2]
Berbicara mengenai Arab pra Islam maka harus selalu dikaitkan dengan lingkungan
dan keadaan alam sekitarnya serta kondisi masyarkat. Ketiga faktor itulah yang
menentukan karakteristik atau watak suatu bangsa. Untuk itu, pembahasan Arab pra
Islam bisa dipahami dari beberapa aspek, yaitu (1) aspek geografis, (2) politk,
(3) kepercayaan, (4) sosial, (5) ekonomi, (6) budaya. Namun tetaplah dipahami
bahwa kedatangan Islam di Arab meminjam istilah Roeslan Abdul Gani bukan pada
masa vacuum cultural, artinya sudah
ada peradaban yang terbilang matang sebelumnya. Pemahaman akan aspek-aspek
tersebut akan sangat membantu kita dalam memahami sebab atau faktor merebabnya
Islam di jazirah Arab bahkan kemundurannya nanti.
A. KONDISI GEOGRFIS.
Dinamakan jazirah
Arab bukan berarti bangsa Arab saja yang mendiaminya melainkan mereka
menjadi kelompok mayoritas didalamnya. Letak jazirah Arab ini di ujung barat
daya Asia. Sebelah utara berbatasan dengan Syam, sebelah timur dengan Persia
dan laut Oman, sebelah selatan oleh samudra India, dan sebelah baratnya dibatasi
laut merah. Untuk memahami geografis Arab ini bisa dipersempit kedalam dua
wilayah yaitu Yaman dan Hijaz. Perbedaan dua wilayah tersebut dapat dilihat di
bawah ini:
No
|
Yaman
|
Hijaz
|
1.
|
Berada
di Arab Selatan.
|
Arab
Utara.
|
2.
|
Merupakan
turunan dari Qohthon.
|
Keturnan
Ismail bin Ibrahim.
|
3.
|
Identik
dengan Yamaniyyun.
|
Identik dengan Adnaniyyun.
|
4.
|
Hidup
menetap.
|
Masih
mengembara dan tidak menetap.
|
Secara
rinci kedua daerah diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Hijaz
adalah daerah yang tanahnya tandus namun merupakan jalan perdagangan yang
menghubungkan antara Syam dan Yaman. Kondisi ini berdampak pada psikologis
penduduknya dimana mereka selalu berpindah-pindah dan tidak mau berusaha untuk
hidup lebih baik.
b. Sedangkan
Yaman dari dahulu terkenal dengan tanahnya yang subur dan kaya.
Geografis
Arab diatas dipertegas dengan pernyataan Abdul Razak, dikatakan bahwa
lingkungan bangsa Arab adalah padang pasir yang tandus, sangat kurang air, dan
tidak ada suatu ketenangan hidup untuk menetap dalan suatu tempat.[3]
Kedua
daerah diatas semakin menjelaskan struktur masyarakat yang dihadapi Nabi dalam
menjalankan dakwahnya, keslitan Nabi ataupun kemudahannya, salah satunya
dipengaruhi aspek geografis. Penduduk Madinah misalnya, sangat mudah dan cepat
menerima ajaran baru dikarenakan aspek geografis mendukung. Sebaliknya daerah
Makkah sekitarnya terkesan sulit dalam menerima ajaran baru dikarenakan
geografis daerahnnya .
B. KONDISI POLITIK.
Jazirah Arab sebelum Islam diapit dua kerajaan
besar, Kerajaan Romawi Timur di sebelah Barat dan kerajaan Persia di sebelah
Timur. Daerah utama kerajaan Romawi adalah Rum ( Turki dan Eropa sekarang),
Asia kecil, Syiria (Syam), Mesir, Afrika Utara, dan Etophia. Sedangkan kerajaan
Persia meliputi Iran, Irak, dan wilayah teluk Persia dan jazirah Arab bagian
utara. Kedua kerajaan tersebut tidak pernah sepi dari peperangan, akibatnya
rakyat kedua kerajaan tersebut hidup dalam penderitaan. Jazirah Arab sendiri
merupakan daerah netral hingga dapat dikatakan Islam yang dasarnya diletakkan
oleh nabi di Makkah dan Madinah adalah agama yang murni, tidak dipengaruhi baik
oleh perkembangan agama-agama yang ada di sekitarnya maupun kekuasaan politik
yang melingkupinya.[4]
Berbicara mengenai pemerintahan dikalangan bangsa
Arab sebelum Islam terbuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan seperti berikut,
yaitu:
1. Arab
Baidah.
Mereka mendirikan
kerajaan Aad kaum Tsamud dan kerajaan Al Ambath (Amaliqoh). Data pendukung disinyalir sangat sulit
ditemukan. Daerah kekuasaan meliputi Irak, Syiria, India, dan Mesir.
2.
Arab Aribah yang sering disebut Qohtoniyyah.
Kerajaan yang didirikan
berada di Yaman yaitu kerajaan Mainiyyah, Sabaiyyah (610-115 SM) yang terkenal
dengan bendungan ma’rib (Sad al Ma’rib) dan Himyariyyah yang identik dengan
peperangan dan perluasan wilayah.
3. Arab
Musta’rabah yang berpusat di Makkah
dan Yatrsib.
Kerajaan yang ada pada
periode ini adalah kerajaan Gassaniah yang merupakan Buffer statenya Romawi dan
menjadikan agama kristen sebagai agama resminya. Sedangkan Hirah merupakan
Buffer statenya Persia yang pada perkembangan selanjutnnya diambil alih orang
persia.
Namun
dalam referensi lain dikatakan, bahwa keadaan politik sebelum Islam dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kabilah
Badui (pedalaman)
Merupakan kabilah yang
hidupnya terpencar-pencar dan diikat oleh ikatan darah dan fanatisme
2. Kerajaan
Kindah (480-529)
3. Kerajaan
di perkotaan yang terletak di tiga kawasan yaitu Yaman, wilayah utara dan
Hijaz.
Kerajaan-kerajaan
diatas secara umum dapat dikatakan dalam kondisi politik yang labil dimana satu
sama lain selalu disibukkan dengan mempertahankan diri dan memperluas
kekuasaan.
Pada
wilayah perkotaan terdapat kerajaan-kerajaan yang berpusat pada tiga kawasan
yaitu Yaman, wilayah utara dan Hijaz.[5]
C. KONDISI KEPERCAYAAN.
Sebelum Islam datang, bangsa Arab telah menganut
agama yang mengakui bahwa Allah sebagai tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi
secara turun-temurun sejak Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Al-Qur’an menyebut
agama itu dengan hanif, yaitu kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagai
pencipta alam, Tuhan menghidupkan dan mematikan, Tuhan yang memberi rezeki dan
sebagainya.
Keparcayaan kepada Allah tersebut tetap di yakini
oleh bangsa Arab sampai kerasulan Nabi Muhammad S.A.W. Hanya saja keyakinan itu
dicampur-baurkan dengan tahayul dan kemusrikan, mensekutukan Allah dengan
sesuatu dalam menyembah dan kepada-Nya, seperti roh, jin, hantu, bulan,
matahari, tumbuh-tumbuhan, berhala dan
sebagainya.[6]
Sehingga dapatlah disebutkan bahwa kepercayaan atau
agama sebelum Islam sebagai berikut:
No
|
Agama
atau kepercayaan
|
Tempat
|
1.
|
Kristen
|
Romawi
dan Eropa.
|
2.
|
Ajaran
Zoroaster (ajaran menyembaah api)
|
Persia
|
3.
|
Budha
|
Tiongkok
|
4.
|
Watsni
(pemujaan berhala) yang kemudian berkembang ke kasta.
|
India
|
5.
|
Berhala/
watsani
|
Arab
|
6.
|
Ratu
Balqis yang menyembah matahari
|
Yaman[7]
|
D. KONDISI EKONOMI.
Sumber ekonomi utama yang menjadi penghasilan orang Arab adalah perdagangan
dan bisnis. Perdagangan menjadi darah daging orang-orang Quraisy. Sebagaimana
telah disinggung di atas bahwa sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang
dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur dan bahwa ia terletak di
daerah strategis sebagai lalu lintas perdagangan. Ia terletak di tengah-tengah
dunia dan jalur-jalur perdagangan dunia, terutama jalur-jalur yang
menghubungkan Timur Jauh dan India dengan Timur Tengah melalui jalur darat
yaitu dengan jalur melalui Asia Tengah ke Iran, Irak lalu ke laut tengah,
sedangkan melalui jalur laut yaitu dengan jalur Melayu dan sekitar India ke
teluk Arab atau sekitar Jazirah ke laut merah atau Yaman yang berakhir di Syam
atau Mesir. Oleh karena itu, perdagangan merupakan andalan bagi kehidupan
perekonomian bagi mayoritas negara-negara di daerah-daerah ini.
Ditambah lagi dengan kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab,
bengisnya alam, sulitnya transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan
faktor-faktor penghalang bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan dan
menggagalkan tatanan politik yang benar.
E. KONDISI KEBUDAYAAN
Keadaan Arab yang gersang dan
tandus itu menjadikan loyalitas mereka
terhadap kabilah di atas segalanya. Seperti halnya sebagian penduduk di pelosok
desa di Indonesia yang lebih menjunjung tinggi harga diri, keberanian, tekun,
kasar, minim pendidikan dan wawasan, sulit diatur, menjamu tamu dan
tolong-menolong dibanding penduduk kota, orang Arab juga begitu sehingga wajar
saja bila ikatan sosial dengan kabilah lain dan kebudayaan mereka lebih rendah.
Ciri-ciri ini merupakan fenomena universal yang berlaku di setiap tempat dan
waktu. Bila sesama kabilah mereka loyal karena masih kerabat sendiri, maka
berbeda dengan antar kabilah. Interaksi antar kabilah tidak menganut konsep
kesetaraan; yang kuat di atas dan yang lemah di bawah. Ini tercermin, misalnya,
dari tatanan rumah di Mekah kala itu. Rumah-rumah Quraysh sebagai suku penguasa
dan terhormat paling dekat dengan Ka’bah lalu di belakang mereka menyusul pula
rumah-rumah kabilah yang agak kurang penting kedudukannya dan diikuti oleh yang
lebih rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa
kaum gelandangan. Semua itu bukan berarti mereka tidak mempunyai kebudayaan
sama-sekali.[8]
Keadaan alam memberikan pengaruh besar
terhadap bentuk fisik dan psikis orang-orang Arab. Orang-orang Arab bertubuh
kekar, kuat, dan mempunyai daya tahan tubuh yang tangguh, sedangkan pengaruh
pada psikis ialah melahirkan watak-watak khas baik positif maupun negatif.
Naurouzzaman shiddiqie menjelaskan sabagai berikut:
1. Watak-watak
negatif.
a. Sulit
bersatu.
b. Gemar
berperang.
c. Kejam.
d. Pembalas
dendam.
e. Pemabuk
dan penjudi.
2. Watak-watak
positif.
a. Kedermawanan.
b. Keberanian
dan kepahlawanan.
c. Kesetiaan
dan kejujuran.[9]
F
.KONDISI
SOSIAL.
Sebagian besar daerah Arab adalah
gersang dan tandus, kecuali daerah di Yaman yang terkenal dengan kesuburannya.
Sebagai imbasnya penduduk Arab tidak tinggal menetap dalam satu tempat, tetapi
mereka berpindah-pindah untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Di Arab sering terjadi persaingan dalam
berebut kekuasaan yang mengakibatkan sering terjadi peperangan sehingga dalam
kehidupan bangsa Arab dikenal pula sistim kasta. Selain itu nilai wanita bagi
bangsa Arab menjadi sangat rendah bahkan tak jarang mereka mengubur hidup-hidup
anak perempuan yang baru dilahirkan.
BAB
III
KESIMPULAN
A.
Geografis
jazirah Arab
Dinamakan
jazirah Ararb bukan berarti bangsa
Arab saja yang mendiaminya melainkan mereka menjadi kelompok mayoritas
didalamnya. Letak jazirah Arab ini di ujung barat daya Asia. Sebelah utara
berbatasan dengan Syam, sebelah timur dengan Persia dan laut Oman, sebelah
selatan oleh samudra India, dan sebelah baratnya dibatsi laut merah
B.
Kondisi politik.
Pemerintahan dikalangan bangsa Arab sebelum islam
terbuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan seperti berikut, yaitu:
1. Arab
Baidah.
2.
Arab Aribahyang sering disebut Qohtoniyyah.
3. Arab
Musta’rabah yang berpusat di Makkah
dan Yatrsib.
C. Kondisi
kepercayaan.
Sebelum islam datang, bangsa Arab telah menganut
agama yang mengakui bahwa Allah sebagai tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi secara
turun-temurun sejak Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Al-Qur’an menyebut agama itu
dengan hanif, yaitu kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagai pencipta
alam, Tuhan menghidupkan dan mematikan, Tuhan yang memberi rezeki dan
sebagainya.
D. Kondisi
sosial dan kebudayaan.
Keadaan Arab yang gersang dan tandus itu menjadikan loyalitas mereka terhadap
kabilah di atas segalanya. Seperti halnya sebagian penduduk di pelosok desa di
Indonesia yang lebih menjunjung tinggi harga diri, keberanian, tekun, kasar, minim
pendidikan dan wawasan, sulit diatur, menjamu tamu dan tolong-menolong
dibanding penduduk kota, orang Arab juga begitu sehingga wajar saja bila ikatan
sosial dengan kabilah lain dan kebudayaan mereka lebih rendah. Ciri-ciri ini
merupakan fenomena universal yang berlaku di setiap tempat dan waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Bakar, Istianah. Sejarah Peradapan Islam. Malang. UIN-Malang Press, 2008.
Al-Usairy,
Ahmad. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta: Akbar.2003.
SJ,
Fadil. Pasang surut Peradaban Islam dalam Lintasan sejarah. Malang: UIN-Malang
Press. 2008.
Supriyadi,
Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
[1]. Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 35.
[2] Ahmad
Amin, Fajr Islam, terj. Thoha
(Jakarta; Bulan Bintang, 1968), 63
[3]
Abdul Razak Nawfal, Tokoh-tokoh Cendikiawan Muslim, terj Muhammadiyah
Djakfar, (Jakarta: Kalam Mulia), 5
[4] MOH.
Nurhakim, Sejarah Dan Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2004), 11.
[5]
Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,terj
Samson Rahman (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004), 64.
[6] Drs.
Fadil SJ., M.Ag, Pasang Surut Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah (
UIN- Malang Press, 2008), 67-82.
[7].
Abdul Razak Nawfal, Tokoh-tokoh Cendikiawan Muslim, terj Muhammadiyah
Djakfar (Jakarta: Kalam Mulia), 5
[8]. Ibid.
[9]. Drs.
Fadil SJ., M.Ag, Pasang Surut Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah (
UIN- Malang Press, 2008), 67-82.
Semoga bermanfaat.........
BalasHapus