BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan
Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Undang-Undang Sisdiknas No.2
Tahun 1989 Pasal 4). Tujuan tersebut berkeinginan menjadi manusia Indonesia
seutuhnya yang semurna, bukan merupakan tugas yang gampang untuk dilakukan,
atau bukan pula tugas yang harus diabaikan karena tidak mungkin.
Enam
belas tahun berlalu baru ada pengakuan secara yuridis bahwa : Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Berbagai
upaya dilakukan oleh para guru, dengan cara penyetaraan pendidikan, pendidikan
dan pelatihan, bergabung dalam forum ilmiah, mengikuti seminar, kursus, dll,
demi satu tujuan yaitu menjadi guru yang professional, yang memiliki empat
kompetensi guru yaitu Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi
Profesional dan Kompetensi Sosial. Tentunya itu menjadi langkah awal yang baik
dalam dunia pendidikan,hingga akhirnya guru mampu menjadi tenaga pendidik yang
professional di era global.
B. Rumusan
Masalah.
1. Apa profesionalisme guru itu?
2. Bagaimana guru profesional itu?
3. Bagaimana Karakter
guru menghadapi arus globalisasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Professionalime Guru.
“Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu
kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk
senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru
yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental
serta komitmenya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional
melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai
dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan
makna proesional.
“Guru”
adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang
mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara
terpola, formal, dan sistematis. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen (pasal 1) dinyatakan bahwa: “Guru adalah pendidik professional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengrahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang
pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.[1]
B. Guru Profesional.
Guru
professional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas
yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki
oleh guru profesional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses
pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian
tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi,
akreditasi, dan lisensi dari pihak yang berwenang (dalam hal ini pemerintah dan
organisasi profesi). Dengan keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan
otonominya, baik secara pribadi maupun sebagai pemangku profesinya.[2]
Kita
tidak perlu menciptakan definisi atau kriteria guru profesional sendiri. Karena
di dalam undang-undang guru dan dosen sudah dijelaskan mengenai definsi atau
kriteria guru profesional. Berdasarkan UU NO. 14 Tahun 2005 tentang guru dan
dosen, pasal 10 ayat 1, guru disebut profesional jika sudah memiliki 4
kompetensi. Kompetensi tersebut antara lain:
1.
Kompetensi Pedagogik, Yaitu
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
2.
Kompetensi Kepribadian, Yaitu kemampuan
guru yang mencerminkan sebuah kepribadian yang mantap, berbudi
pekerti luhur, wibawa dan bisa menjadi tauladan yang baik bagi
siswa-siswanya.
3.
Kompetensi Sosial, Yaitu kemampuan guru
dalam berkomunikasi dengan siswa, sesama guru, orang tua siswa dan masyarakat.
4.
Kompetensi Profesional, Yaitu kemampuan
guru dalam menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Itu adalah point pokoknya. Dari
point pokok tersebut tentunya masih bisa dijabarkan lagi ke dalam hal-hal yang
lebih kompleks. Itulah definisi atau kriteria guru profesional menurut
undang-undang guru dan dosen. Semoga definisi atau kriteria guru profesional
tersebut mampu kita amalkan di lapangan dengan sebaik-baiknya.[3]
Di samping dengan keahliannya, sosok
professional guru ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan
seluruh pengabdiannya. Guru professional hendaknya mampu memikul dan
melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua,
masyarakat, bangsa, Negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung
jawab pribadi, social, intelektual, moral, dan spiritual. Tanggung jawab
pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya. Tanggung jawab social
diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang
tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang
efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaaan berbagai
perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang
tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui
penampilan guru sebagai makhluk yang beragama yang perilakunya senantiasa tidak
menyimpang dari norma-norma agama dam moral.[4]
Guru
Profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya.Yaitu bahwa dirinya
adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam
belajar.guru dituntut untuk mencari tahu terus-menerus bagaimana seharusnya
peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik, guru
terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama
dengan peserta didik; bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya (Baskoro
Poedjinoegroho E, Kompas Kamis, 05 Januari 2006).[5]
Guru
memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam upaya membentuk watak
bangsa dan mengembangkan potensi siswa dalam kerangka pembangunan pendidikan di
Indonesia. Tampaknya kehadiran guru hingga saat ini bahkan sampai akhir hayat
nanti tidak akan pernah dapat digantikan oleh yang lain, terlebih pada
masyarakat Indonesia yang multikultural dan multibudaya, kehadiran teknologi
tidak dapat menggantikan tugas-tugas guru yang cukup kompleks dan unik.
Oleh sebab itu, diperlukan guru yang memiliki kemampuan yang potensial
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan diharapkan secara
berkesinambungan mereka dapat meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, maupun professional.[6]
Menurut Arifin, guru yang profesional dipersyaratkan
mempunyai; 1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat
teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di era globalisasi, 2) penguasaan
kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu
pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan
merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset
pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia, 3)
pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan
profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan
praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan
terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis
yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.[7]
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru
ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru yang profesional
di era globalisasi, yaitu; 1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang,
2) penguasaan ilmu yang kuat, 3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik
kepada sains dan teknologi, dan 4) pengembangan profesi secara
berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang
tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi
perkembangan profesi guru yang profesional.[8]
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru
tersebut terpenuhi, akan melahirkan profil guru yang kreatif dan dinamis yang
dibutuhkan pada era globalisasi.
Di Era Globalisasi:
·
Guru sebagai fasilitator.
·
Guru sebagai kawan belajar.
·
Penyelidikan dan perancangan.
·
Kolaboratif.
·
Berfokus pada masyarakat.
·
Hasilnya terbuka.
·
Keanekaragaman yang kreatif.
·
Komputer sebagai media belajar.
·
Interaksi multimedia yang dinamis.
·
Komunikasi tidak terbatas.
·
Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri
sendiri.
Berdasarkan tabel di atas dapat diambil
beberapa kesimpulan bahwa; 1) Pada era globalisasi menginginkan paradigma
belajar melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan, inkuiri dan
desain, menemukan dan penciptaan. 2) Betapa sulitnya mencapai reformasi yang
sistemik, karena bila paradigma lama masih dominan, dampak reformasi cenderung
akan ditelan oleh pengaruh paradigma lama. 4) Praktek pembelajaran di era
globalisasi lebih sesuai dengan teori belajar modern. Melalui penggunaan
prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai
aktivitas kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual yang
didasarkan pada dunia nyata dalam konteks pada peningkatan perhatian pada
tindakan-tindakan atas dorongan pembelajaran sendiri. 5) Pada era globalisasi
praktek pembelajaran tergantung pada piranti-piranti pengetahuan modern yakni komputer
dan telekomunikasi, namun sebagian besar karakteristik era globalisasi bisa
dicapai tanpa memanfaatkan piranti modern. Meskipun teknologi informasi dan
telekomunikasi merupakan katalis yang penting yang membawa guru pada metode
belajar era globalisasi, tetapi yang membedakan metode tersebut adalah
pelaksanaan hasilnya bukan alatnya.[9]
C. Karakter guru menghadapi arus globalisasi.
Era global identik dengan pernyataan Tilaar bahwa masyarakat millenium
ketiga nanti mempunyai karakteristik masyarakat teknologi, masyarakat terbuka
dan masyarakat madani yang secara keseluruhan akan berpengaruh pada visi, misi
dan tujuan pendidikan. Pertumbuhan teknologi akan mengubah bentuk dan cara hidup
manusia yang sama sekali akan berlainan dengan kehidupan manusia dewasa ini.
Teknologi dapat memajukan kehidupan manusia tetapi juga dia akan mampu
menghancurkan kebudayaan manusia itu sendiri. Kemajuan teknologi pula yang akan
membuka dunia sekaan tanpa batas, baik geografis, sosial maupun budaya.
Arus globalisasi siap mendobrak semua aspek kehidupan termasuk pendidikan. Dengan
dalih globalisasi orangtua dan peserta didik menghendaki lembaga pendidikan
bertaraf internasional, peroleh ijazah dan sertifikat yang dapat diakui oleh
dunia luar. Alhasil, globalisasi menuntut pendidikan sanggup mempersiapkan
diri. Jika lembaga pendidikan (sekolah) tidak mampu memenuhi harapan itu, maka
sangat tidak mungkin akan ditinggalkan oleh siswa/ masyarakat, dan tidak ada
lagi yang mau belajar di sekolah konvensional.
Globalisasi
akan menjadi tantangan tersendiri bagi para guru, terlebih yang telah
memperoleh legalitas pengakuan akan professionalitas keguruannya, yaitu
sertifikat guru. Apabila guru tidak siap menghadapinya maka akan diterjang, dan
jika tidak mampu menyesuaikan diri maka akan menjadi orang tidak berguna dan
hanya akan menjadi penonton.
Menghadapi tantangan demikian, diperlukan guru yang benar-benar
profesional. Dalam konteks ini Maka Giansar menawarkan empat kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang guru guna menghadapi era global, yaitu kemampuan
antisipasi, kemampuan mengenali dan mengatasi masalah, kemampuan mengakomodasi,
dan kemampuan melakukan reorientasi. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
oleh guru yang profesional bukanlah pengetahuan yang setengah-tengah tetapi
merupakan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tuntas, karena ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri berkembang dengan cepat. Guru yang tidak
mempunyai ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan setengah-setengah akan
tercecer dan tidak mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ia akan
berada jauh di belakang, dan akhirnya akan tertinggal dari profesinya.
Dalam upaya meningkatkan kualiatas pengajaran, guru dengan
profisionalitasnya harus bisa mengembangkan tiga intelejensi dasar peserta
didik, yaitu, intelektual, emosional, dan moral. Tiga unsur tersebut harus
ditanamkan pada diri peserta didik sekuat-kuatnya agar terpatri di dalam dirinya.
Kecuali itu guru harus memperhatikan dimensi spiritual siswa.[10]
Guru yang bermutu ialah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara
tuntas, benar dan berhasil. Untuk itu guru harus menguasai keahliannya, baik
dalam disiplin ilmu pengetahuan maupun metodologi mengajarnya. Setidaknya ada empat prasyarat bagi
seorang guru agar dapat bekerja professional, yaitu:
1. Kemampuan guru
mengolah/ menyiasati kurikulum.
2. Kemampuan guru
mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan,
3. Kemampuan guru
memotivasi siswa untuk belajar sendiri, dan
4. Kemampuan guru
untuk mengintegrasikan berbagai mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang
utuh.
Di era global karakteristik guru
harus jelas dan tegas dipertahankan antara lain adalah:
1. Memiliki
ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah.
2. Memiliki
kepribadian yang prima.
3. Memiliki
keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan
dan teknologi.[11]
BAB III
KESIMPULAN
Professionalime Guru.
“Profesionalisme”
adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para
anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas
profesionalnya. “Guru” adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan
profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui
interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis.
Guru Profesional.
Berdasarkan UU NO. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen,
pasal 10 ayat 1, guru disebut profesional jika sudah memiliki 4 kompetensi.
Kompetensi tersebut antara lain:
1. Kompetensi
Pedagogik, Yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
2. Kompetensi
Kepribadian, Yaitu kemampuan guru yang mencerminkan sebuah kepribadian yang
mantap, berbudi pekerti luhur, wibawa dan bisa menjadi tauladan
yang baik bagi siswa-siswanya.
3. Kompetensi
Sosial, Yaitu kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan siswa, sesama guru,
orang tua siswa dan masyarakat.
4. Kompetensi
Profesional, Yaitu kemampuan guru dalam menguasai materi pelajaran secara luas
dan mendalam.
Karakter guru menghadapi arus
globalisasi.
Di era global karakteristik guru harus jelas dan tegas dipertahankan
antara lain adalah:
·
Memiliki ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah.
·
Memiliki kepribadian yang prima.
·
Memiliki keterampilan untuk
membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, I, Profesionalisme Guru: Analisis Wacana
Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas
Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan
Kompetensi, Bumi Aksara:
Jakarta, 2006.
Mulyasa. Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Poedjinoegroho, Baskoro Guru Profesional, Adakah? (Opini : Kompas Online 05 Januari 2006), Dapat
diakses pada URL: http://64.203.71.11/kompas-cetak/0601/05/opini/2341110.htm
http//pida - ItemReviewed: Sosok Guru Era Globalisasi
–Profesi-Pendidikan
[5] Baskoro Poedjinoegroho, Guru Profesional, Adakah? (Opini : Kompas
Online 05 Januari 2006), Dapat diakses pada URL: http://64.203.71.11/kompas-cetak/0601/05/opini/2341110.htm
[7] Arifin, I,
Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan
dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas
Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
[10] Arifin, I,
Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan
dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas
Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.